DAVOS, SWISS - Indikasi penurunan ekonomi tahun 2023 sudah diprediksi sejak akhir tahun 2022 silam. Prediksi penurunan itu bukan tanpa alasan, melainkan didukung oleh sejumlah data sehingga tiba pada kesimpulan tersebut.

Apa yang diprediksi tersebut ternyata juga dikuatkan oleh survei PriceWaterhouseCoopers (PWC) terhadap pimpinan kalangan dunia usaha dari berbagai belahan dunia. Data itu tentu saja membuat cukup banyak pihak semakin ketar-ketir. Tetapi, fakta itu juga sekaligus bisa menjadi bahan antisipasi untuk menghadapi kenyataan buruk perekonomian dunia tersebut.

Memang terbukti secara mayoritas (73 persen) dari chief executive officer (CEO) yang disurvei memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan menurun, selama 12 bulan ke depan akan suram. Hasil survei baru PwC tersebut diluncurkan di Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos, pada Senin (16/1) atau Selasa (17/1) WIB.

Survei CEO Global PwC, yang menyurvei 4.410 CEO di 105 negara dan wilayah pada Oktober dan November 2022, juga mengungkapkan bahwa 40 persen CEO melihat inflasi sebagai ancaman global teratas, sementara 31 persen memilih volatilitas ekonomi makro, dan 25 persen memilih konflik geopolitik.

"Ekonomi yang bergejolak, inflasi yang tinggi selama beberapa dekade, dan konflik geopolitik telah berkontribusi pada tingkat pesimisme CEO yang tidak terlihat selama lebih dari satu dekade," kata Bob Moritz, Ketua Global PwC sebagaimana dikutip Antara.

"Konsekuensinya, para CEO secara global mengevaluasi kembali model operasi mereka dan memotong biaya, namun terlepas dari tekanan ini, mereka terus menempatkan orang-orang mereka di posisi penting saat mereka ingin mempertahankan bakat setelah 'Great Resignation' (proses keluar massal yang terjadi selama pandemi)," tambahnya.

Laporan tersebut juga menemukan bahwa hampir 40 persen CEO tidak yakin organisasi mereka akan layak secara ekonomi dalam 10 tahun jika mereka tidak mengalami transformasi yang signifikan.

Survei itu dilakukan setelah Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan pekan lalu bahwa 2023 akan menjadi "tahun yang sulit" lagi, tetapi perkiraan pertumbuhan global tetap stabil di 2,7 persen.

Harus Berkolaborasi

Perubahan tuntutan dan regulasi pelanggan, kekurangan tenaga kerja dan keterampilan, serta gangguan teknologi dipandang sebagai tantangan terbesar bagi profitabilitas industri. "Risiko yang dihadapi organisasi dan masyarakat saat ini tidak dapat diatasi sendiri dan terisolasi," ujarnya.

Oleh karena itu, para CEO harus terus berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan sektor publik dan swasta untuk secara efektif memitigasi risiko tersebut, membangun kepercayaan, dan menghasilkan nilai jangka panjang, untuk bisnis, masyarakat, dan planet mereka.

Pertemuan tahunan WEF bertema "Kerja Sama dalam Dunia yang Terfragmentasi", berlangsung dari Senin (16/1/2023) hingga Jumat (20/1/2023) di Kota Davos, Swiss.

Pertemuan tersebut akan mempertemukan lebih dari 2.700 pemimpin dari 130 negara, termasuk 50 kepala negara dan pemerintahan, untuk membahas berbagai krisis yang memperdalam perpecahan dan memecah lanskap geopolitik.

KTT pada tahun ini juga akan diwarnai dengan partisipasi bisnis tertinggi di Davos, dengan lebih dari 1.500 pemimpin dari 700 organisasi telah mendaftar.

Kanselir Jerman Olaf Scholz adalah satu-satunya pemimpin negara anggota G7 yang menghadiri KTT tersebut.

Baca Juga: