Dunia sastra Indonesia mulai bangkit dengan munculnya sejumlah penulis muda berbakat. Salah satunya, Lutfia Sashi Kirana. Pelajar kelas XII kelahiran Jakarta, 13 November 2000, anak pasangan Asep Priana Saputra (pekerja finance di swasta) dan Junita Diah Anggraini (ibu rumah tangga).

Koran Jakarta mewawancarai novelis berbakat yang akrab disapa Sashi dan sudah menerbitkan tiga novel serta tujuh karya lain yang siap terbit ini di sekolahnya, SMAN 8, di kawasan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Berikut petikannya.

Dari mana Kamu belajar menulis?

Nenek buyutku penulis. Tapi bukan penulis novel sih, penulis buku anak-anak untuk belajar bahasa Inggris. Aku nggak belajar nulis dari siapa-siapa secara spesifik, cuma suka baca buku dari kecil karena dibiasakan sama Mama. Lama-lama jadi ingin nulis dan mulai memperhatikan hal-hal kecil dalam buku, seperti penyampaian cerita, tkamu baca, dan lain-lain untuk diterapkan di tulisan sendiri.

Mengapa memilih novel untuk mengekspresikan gagasan?

Karena kalau nulis novel rasanya bisa lebih luas imajinasinya, nggak harus benar-benar realistis (walaupun tetep harus ada kemungkinan bisa terjadi sih). Aku juga paling suka baca novel kalau dibandingkan dengan jenis-jenis buku lainnya, jadi enjoy nulisnya.

Kapan mulai menulis novel dan sudah berapa karya dihasilkan?

Mulai nulis sebetulnya dari umur 12, tapi baru serius nulis saat 14 tahun. Sekarang, udah ada dua karya yang terbit secara mayor, satu naskah masih proses di penerbit mayor. Tapi, kalau total naskah yang udah selesai ditulis ada lebih dari sepuluh. Masih banyak yang belum diedit dan benar-benar berantakan, jadi belum dikirim ke mana-mana.

Sekarang lagi menulis novel tentang apa?

Masih nulis tentang fiksi remaja, seputaran anak-anak SMA dan problematika mereka. Sekarang lagi berusaha mengangkat tema tentang mental illness dan masalah sosial yang sering melkamu remaja.

Bagaimana mendapatkan ide untuk menulis novel?

Banyaknya dari pengalaman teman yang dilebih-lebihkan atau dikembangkan. Sebagian ada juga dari cuplikan kecil pengalaman pribadi, tapi dibuat lebih rumit nantinya, jadi hampir 90 persen berbeda dengan kejadian aslinya.

Apa cita-cita Kamu dalam bidang literasi ini?

Cita-cita terbesarku di bidang literasi adalah bisa mengubah hidup orang lain dari tulisanku. Aku ingin menulis buku yang menggugah, bikin orang terbuka matanya. Kalau keinginan di bidang literasi secara general, ingin remaja di sekitarku lebih tertarik sama literasi sih. Soalnya sekarang banyak yang lebih sibuk dengan media sosial atau yah terlalu sibuk belajar gitu.

Menurut Kamu, mengapa remaja sekarang malas membaca, apalagi menulis buku?

Karena seperti yang udah aku sebutkan sebelumnya, banyak yang lebih sibuk dengan media sosial atau kebanyakan belajar. Karena sekarang udah zamannya smartphone, banyak yang jadi malas baca buku. Banyak belajar untuk sekolah nggak buruk sih. Tapi menurutku, kita harus meluangkan waktu untuk hobi atau sekadar refreshing. Baca dan nulis itu jadi hal yang refreshing buat aku.

Setelah lulus SMA, mau melanjutkan kuliah ke mana?

Insya Allah mau ke Universitas Indonesia, Jurusan Ilmu Komunikasi.

Apa sih cita cita kamu setelah lulus kuliah?

Cita-cita jangka pendek sih, mau jadi editor di perusahaan penerbitan dan jadi reviewer film lepas (lewat website dan lain-lain). Kalau jangka panjangnya, mau jadi produser film dan kritikus film profesional.

Novel jenis apa yang kamu suka?

Aku lagi suka novel yang bahas tentang masalah sosial dan politik, tapi kadang baca light-romance juga. Novel yang sejauh ini paling berkesan itu Edensor karya Andrea Hirata dan O karya Eka Kurniawan.suradi/E-3

Baca Juga: