Rapat paripurna DPR secara aklamasi menyetujui agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengeluarkan amnesti untuk Baiq Nuril. DPR menyepakati hasil rapat pleno pemberian amnesti oleh Komisi III.

Wakil Ketua Komisi III DPR, Erma Suryani Ranik, membacakan laporan hasil rapat pleno Komisi III tentang pemberian amnesti kepada Baiq Nuril yang diminta Presiden Jokowi. Kasus Baiq dimulai ketika pada 2012 menerima telepon dari Kepala Sekolahnya berinisial M yang mengobrolkan hubungan seksnya dengan wanita lain.

Tingkah M ini menjijikkan, apalagi wanita itu juga dikenal Baiq. Merasa dilecehkan, Baiq lalu merekam pembicaraan telepon tersebut. Rekaman kemudian beredar luas di masyarakat pada 2015 dan membuat Kepsek M geram. M lalu melaporkannya ke polisi. Singkat cerita, Baiq diadili, tetapi PN Mataram, NTB membebaskan guru honorer SMA N 7 Mataram, NTB. H

anya, jaksa malah menempuh jalan pintas kasasi dan menang. Banyak yang mengecam Mahkamah Agung (MA) karena tidak memperhatikan hati nurani dalam mengambil keputusan dan hanya berkaca mata kuda pada teks-teks hukum yang kaku. Hati nurani dan suara masyarakat tidak digubris.

Kemudian, Baiq menempuh berbagai cara untuk mencari keadilan, termasuk minta amnesti. Kini setelah DPR menyetujui, amnesti tinggal menunggu dikeluarkan Presiden Jokowi. Ini akan menjadi amnesti pertama yang dikeluarkan Presiden Jokowi.

Semoga keluarnya amnesti kelak membuka mata jaksa penuntut Baiq dan Ketua MA bahwa hukum tidak boleh semata-mata text book. Tidak hanya Baiq dan keluarga, tetapi tentu saja juga masyarakat akan menyambut gembira pengabulan permohonan amnesti tersebut. Ini akan menjadi catatan sejarah perjalanan anak manusia mencari keadilan yang telah dijatuhkan oleh hukum yang tanpa memperhatikan nilainilai.

Malahan kepala sekolah yang tidak bermoral justru melenggang bebas, tanpa disentuh hukum. Anehnya lagi, hukum malah memfasilitasi sang kepala sekolah dengan berbagai tindakan tidak terpuji untuk memenjarakan wanita yang dilecehkan. Kepala sekolah M adalah potret pendidik yang tidak pantas berada di lingkungan dunia pendidikan.

Dia bukan hanya tidak menghargai wanita, tetapi mengolok-olok karena perselingkuhannya dijadikan bahan candaan dengan diceritakan kepada Baiq. Mungkin M juga ada kelainan jiwa karena hal-hal yang mestinya sangat rahasia justru dibahas dengan orang lain. Masyarakat, terutama kaum pendidik, mesti menjadikan kasus ini sebagai pelajaran penting.

Jangan sampai dunia pendidikan diisi orang-orang yang senang bertindak asusila seperti M. Dunia pendidikan mesti diisi pribadipribadi yang memiliki keteguhan moral tinggi karena mereka adalah contoh bagi para pelajar. Pendidikan tak sekadar diberikan dalam bentuk angkaangka. Pengajaran yang baik terutama adalah pendidikan keteladanan. Artinya, pendidik harus bisa menjadi teladan karena bermoral baik.

Sedangkan dari sisi hukum, semoga saja praktisi terutama jaksa perlu juga memperhatikan kasus dari sisi "lain" tak sekadar berdasar teks hukum yang kaku. Teks hukum harus diisi nilai-nilai kemanusiaan, moralitas, dan akidah-akidah etik. Andai saja jaksa PN Mataram tidak maju ke MA, Baiq sudah lama menerima kebebasan. Toh tidak ada untungnya bagi jaksa naik ke MA, kecuali ada transaksi dengan M.

Baca Juga: