TNI-Polri di lapangan kekurangan alat-alat berat untuk memecah tembok-tembok bangunan dan membawanya ke tempat pembuangan khusus.

Lombok - Komandan Satgas Penanganan Penanggulangan Darurat Bencana Gempa Lombok, Kolonel Ahmad Rizal Ramdhani, mengatakan total bangunan yang akan dibongkar akibat gempa mencapai 70.000 rumah. Saat ini, alat berat yang tersedia hanya berjumlah 61 unit.

"Alat yang tersedia belum mencukupi. Untuk membersihkan puing-puing itu setidaknya dibutuhkan 54 unit alat berat lagi," tegas Komandan Satgas Penanganan Penanggulangan Darurat Bencana Gempa Lombok, Kolonel Ahmad Rizal Ramdhani, di Lombok, Kamis (23/8).

Di tempat yang sama, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri sedang mengupayakan percepatan proses pembersihan puing bangunan yang rusak akibat gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Panglima TNI mengatakan, dengan ketersediaan alat berat saat ini, pembersihan puing bangunan akan memakan waktu dua bulan.

TNI-Polri di lapangan kekurangan alat-alat berat untuk memecah tembok-tembok bangunan dan membawanya ke tempat pembuangan khusus.

Panglima mengatakan, dia bersama Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian akan bicara kepada instansi lain untuk menambah bantuan alat-alat berat ke Lombok.

"Apabila alat berat ditambah maka dalam satu bulan bisa dilaksanakan diselesaikan dengan baik (pembersihan puing)," kata dia.

Inpres

Di tempat terpisah, Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, mengatakan surat Instruksi Presiden (Inpres) tentang penanganan dampak gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), sedang dalam proses pengundangan.

Inpres itu berisi tata cara rehabilitasi fisik di wilayah terdampak oleh sinergi sejumlah kementerian/ lembaga.

"Substansi dasar Inpres itu adalah memerintahkan kepada Menteri PU-PR sebagai koordinator, dibantu TNI-Polri dan BNPB, untuk merehabilitasi dan normalisasi fasilitasfasilitas utama yang mengalami kerusakan," ujar Pramono di Kompleks Istana Presiden, Jakarta.

"Intinya, Inpres ini mengatur penanganan bencana di Lombok itu sepenuhnya seperti pada status bencana nasional," lanjut dia.

Melalui Inpres itu, pemerintah tidak perlu menerapkan kebijakan seperti pada status bencana nasional yang justru dapat menimbulkan kerugian bagi warga Nusa Tenggara Barat dan daerah terdampak gempa lain.

Salah satu contohnya adalah peran asing dalam penanganan pascagempa. "Kita masih mampu menangani sendiri. Bangsa Indonesia masih mampu untuk menyelesaikan persoalan gempa Lombok ini sendiri," ujar Pramono. fdl/Ant/P-4

Baca Juga: