JAKARTA - Satuan Tugas dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) terus melakukan pemanggilan para pengemplang dana talangan saat krisis moneter pada 1998 lalu. Pemanggilan itu dimaksudkan agar para obligor mau mengembalikan ke negara dana yang telah mereka nikmati selama dua puluh tahun lebih.
Dalam pengumuman Satgas yang dikutip di Jakarta, Kamis (16/9), menyebutkan telah memanggil Sjamsul Nursalim (Bank Dewa Rutji), namun hanya mengutus kuasa hukumnya untuk memenuhi panggilan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) pada hari ini, Kamis (16/9). Menurut DJKN, Sjamsul masih berutang kepada negara sebesar 517,72 miliar rupiah.
Pada hari yang sama, Sujanto Gondokusumo (Bank Dharmala) masih mangkir. Dia tercatat masih berutang sebesar 904,47 miliar rupiah. Selain nama-nama tersebut, dalam dokumen penanganan hak tagih negara bantuan BLBI yang sempat beredar terdapat sejumlah nama lainnya yang disinyalir merupakan obligor BLBI.
Di antaranya Trijono Gondokusumo (Bank Surya Putra Perkasa) menjadi debitur atau obligor BLBI sebesar 4,8 triliun rupiah. Begitu pula Hindarto Tantular/Anton Tantular (Bank Sentral Dagang) dengan tunggakan sebesar 1,4 triliun rupiah dan Marimutu Sinivasan (Grup Texmaco) sebesar 31 triliun rupiah dan 3,9 miliar dollar AS.
Sedangkan pada hari ini, Jumat (17/9), Satgas BLBI menjadwalkan pemanggilan Nirwan Dermawan Bakrie dan Indra Usmansyah Bakrie. Utang yang harus dibayarkan atas nama Bank Putera Multikarsa sebesar 22,67 miliar rupiah. Bersamaan dengan itu, jajaran PT Usaha Mediatronika Nusantara turut dipanggil Satgas BLBI.
Setelah Nirwan-Indra Bakrie, sejumlah konglomerat lainnya dipanggil BLBI pada hari yang sama. Pengusaha baja Thee Ning Khong diwajibkan mengembalikan dana negara sebesar 90,66 miliar rupiah dan The Kwen Le sebesar 63,23 miliar rupiah.
Ketua Satgas BLBI, Rionald Silaban, mengatakan walau ada obligor yang sudah meninggal dunia, hak tagih negara akan tetap dibebankan kepada ahli warisnya.
Tak hanya melakukan pemanggilan, Satgas juga menyita sejumlah aset yang menjadi hak negara. Pada akhir Agustus lalu, BLBI secara resmi menyita 49 bidang tanah di berbagai wilayah di Indonesia dengan luas 5.291.200 meter persegi.
Tidak Pandang Bulu
Menanggapi gencarnya pemanggilan para penunggak, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Brawijaya yang juga Presiden Forum Dekan Ilmu-ilmu Sosial (Fordekiis), Andy Fefta Wijaya, mengatakan Satgas BLBI seharusnya terus melaksanakan fungsi yang diembannya terutama pemanggilan kepada para debitor yang selama ini abai melaksanakan kewajibannya mengembalikan uang negara.
"Kinerja Satgas ini akan dilihat dari sejauh mana uang negara tersebut dapat dikembalikan ke kas negara. Oleh karena itu, tindakan tidak pandang bulu harus ditegakkan, kalau tidak akan ada masyarakat yang curiga kemungkinan adanya main mata antara satgas dan obligator tersebut," kata Andy.
Untuk menghapus keraguan tersebut maka Satgas harus bertindak tegas dengan menunjukkan integritas dan kesungguhannya menuntaskan problem ini. Apalagi pengembalian dana itu sangat dibutuhkan bangsa dan negara ditengah badai Covid-19.