» Kalau pemerintah diam, sama saja korupsi karena membiarkan orang menjadi kaya dengan aset negara.

» Satgas BLBI harus terbuka dan jujur serta menjelaskan kepada rakyat secara gamblang agar mendapat dukungan yang kuat.

JAKARTA - Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) diminta bertindak tegas dan tidak membiarkan para pengemplang yang telah menerima bantuan kembali menyepelekan negara dengan mengulur-ulur waktu pengembalian likuiditas yang mereka terima saat krisis moneter 1998 lalu.

Selama 22 tahun lebih, negara sudah terlalu baik kepada mereka, namun sepertinya mereka menganggap seolah-olah negara mengabaikan menagih piutang, sehingga mereka pun tidak punya niat sama sekali untuk mengembalikan uang negara yang akhirnya bebannya ditanggung semua rakyat Indonesia.

Kebaikan negara selama ini terkesan disepelekan oleh obligor, misalnya nilai tagihan yang masih sama dengan yang mereka terima. Padahal, seharusnya mereka harus membayar bunga berbunga selama 22 tahun lebih, karena bantuan tersebut tujuannya untuk membantu usaha mereka bangkit dari krisis.

Menteri Koordinator bidang Politik dan Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, dalam keterangan secara daring di Jakarta, Selasa (21/9), mengatakan pemerintah sudah memberi banyak kemudahan, bahkan utang yang diberikan sesuai dengan kondisi krisis saat itu (1998). Para obligor dan kreditor yang meminjam saat krisis lalu oleh pemerintah menerima pinjaman yang sangat murah.

"Ada yang utangnya mencapai 58 triliun rupiah, namun berkurang tinggal 17 persen dari total utang. Sekarang sudah begitu masih juga mau ngemplang," tegas Mahfud yang juga Dewan Pengarah Satgas BLBI.

Para obligor dan kreditor, kata Mahfud, justru berlindung di balik kebaikan negara. Makanya, pemerintah tidak boleh diam. Kalau diam sama saja korupsi karena membiarkan orang menjadi kaya dengan aset negara.

"Pemerintah akan terus kejar obligor dan kreditor pinjaman BLBI itu. Sebab jika tidak, bisa berbalik. Kira-kira ekstrem hukumnya begitu," ungkap Mahfud.

Ia mengucapkan kebijakan pemerintah sudah diputuskan sah oleh Mahkamah Agung. Begitu juga secara politik di DPR sudah melalui interpelasi pada September 2009. Interpelasi waktu itu memutuskan apa yang dilakukan oleh pemerintah sah tinggal sekarang mempercepat penagihan itu.

Meskipun penagihan saat ini dilakukan secara perdata, tetapi tidak menutup celah pidana. Langkah itu dilakukan terhadap obligor dan kreditor yang sudah menyerahkan asetnya, tetapi kemudian menyewakannya ke pihak lain.

Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengaku sudah memanggil 24 obligor dan kreditur. Dari pemanggilan itu, sikap para obligor dikategorikan dalam lima ketegori.

Pertama, mereka hadir dan mengaku bahwa mereka memiliki utang terhadap negara. Mereka menyusun rencana menyelesaikan utangnya.

Kelompok kedua, mereka hadir atau diwakili, namun rencana penyelesaian utang tersebut tidak realistis sehingga ditolak tim. Kelompok ketiga, mereka hadir, namun mereka menyatakan tidak memiliki utang kepada negara. Sementara kelompok keempat tidak hadir, namun mereka menyampaikan surat dan berjanji untuk menyelesaikan.

"Kelompok terakhir, yang tidak hadir," kata Menkeu.

Jangan Lunak

Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, meminta satgas tidak hanya sekadar memanggil, tetapi memastikan para obligor membayar utang mereka kepada negara. "Jika perlu, sita aset mereka. Ini penting dilakukan agar negara tidak disepelekan para obligor," kata Badiul.

Menurut Badiul, obligor berusaha berlindung di balik utang yang mereka tanggung sebagai akibat dari bisnis mereka. "Pemerintah tidak boleh terlalu lunak kepada mereka. Saya sepakat, jika para obligor bandel memang ada celah pidana, dipidanakan saja," kata Badiul.

Secara terpisah, Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Ma'ruf, berpandangan satgas harus meninggalkan warisan baik dengan menagih semua kewajiban dari pengemplang BLBI.

"Satgas BLBI harus terbuka dan jujur serta menjelaskan kepada rakyat luas secara gamblang agar mendapat dukungan yang kuat, bukan sekadar pemanggilan para pengemplang satu persatu," katanya.

Baca Juga: