Ahli penyakit tropik dan infeksi dari RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr Erni Juwita Nelwan, SpPD, mengingatkan risiko penularan virus korona lewat peti yang dipakai bergantian.

JAKARTA - Pakar epidemi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia (FKM-UI), Pandu Riono, mengingatkan sanksi-sanksi yang diberikan kepada pelanggar protokol kesehatan Covid-19 harus yang mendidik.

"Ya kecenderungan kegiatan (sanksi) itu tidak mendidik dan untuk humor saja," kata Pandu, di Jakarta, Minggu (6/9).

Saat ini, sejumlah sanksi diterapkan oleh pemerintah daerah bagi pelanggar protokol kesehatan. Misalnya, masuk dalam replika peti mati, masuk ambulans berisi keranda mayat, hingga push up.

Pandu mengatakan reaksi pelanggar yang dihukum menyiratkan hal itu cuma jadi bahan bercandaan.

"Mereka mungkin ketawa-ketawa karena orang tahu itu peti-petian (jadi diangggap bercanda). Kalau mau nakutin, ya yang benar. Kalau gitu (peti mati) ya bercanda aja nggak ada efeknya," kata Pandu.

Pandu menyebut mungkin pemerintah provinsi atau pemerintah daerah sudah kesal dan kehabisan ide untuk mendisiplinkan masyarakat. Karena itulah, diterapkan sanksi seperti push up, dimasukkan ke replika peti mati, hingga dimasukkan ke ambulans berisi keranda.

"Sudah kesal, saya tidak tahu (sanksi itu ada sisi negatifnya atau tidak). Tapi paling bagus diedukasi saja terus-menerus," ucap Pandu.

Sebelumnya, Camat Parung Kabupaten Bogor, Yudi Santosa, menerapkan sanksi unik bagi pelanggar protokol kesehatan di wilayahnya. Warga yang tidak memakai masker diminta masuk ke mobil ambulans yang berisi keranda jenazah.

Yudi berharap sanksi ini dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak pada masa pandemi. Dia ingin sanksi tersebut membuat masyarakat tidak meremehkan pandemi Covid-19.

Berpotens Menular

Sementara itu, ahli penyakit tropik dan infeksi dari RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr Erni Juwita Nelwan, malah mengingatkan bahwa hukuman masuk peti mati itu tidak efektif memberikan efek jera. Dia malah mengingatkan risiko penularan virus korona lewat peti yang dipakai bergantian.

"Punishment (hukuman) yang dibikin ini kan nggak ada manfaatnya dengan memasukkan orang ke dalam peti seperti itu, malah nanti bergantian masuk dan meningkatkan risiko penularan," kata Erni.

Jika memang tujuannya agar jera dan mau menggunakan masker, cara-cara yang bersifat mempermalukan seperti ini dinilai tidak simpatik. Efeknya, pelanggar hanya akan merasa kesal dan malah semakin tidak peduli alih-alih mengubah perilakunya.

"Inget loh ini orang dewasa. Mengubah perilaku anak-anak yang sudah masuk SD-SMP saja nggak mudah," kata dr Erni.

Erni juga mengingatkan petugas di lapangan agar berhati-hati terhadap seragam khusus pelanggar protokol kesehatan yang digunakan bergantian orang para pelanggar. Kalau salah satu dari pelanggar itu penderita Covid-19 tanpa gejala, maka pakaian seragam pelanggar protokol kesehatan itu bisa menjadi alat penularan virus pada orang lain.

"Jadi pastikan rompi itu harus bersih dan steril. Jangan sampai jadi sarana penularan," kata Erni.

Sementara itu,sebanyak 30 calon taruna Akademi Militer terkonfirmasi positif Covid-19. Kepala Kesehatan Komando Daerah Militer IV Diponegoro, Kolonel Ckm Rusli, mengatakan ke-30 orang tersebut kini telah menjalani isolasi di Rumah Sakit Tingkat II Dr Soedjono.

"Kondisi sampai saat ini, baik, walau ada beberapa keluhan batuk pilek," ujar Rusli dalam video telekonferensi dari YouTube TNI AD, Minggu. jon/fdl/P-4

Baca Juga: