JAKARTA - Pembeli utama gas alam cair (LNG) Rusia di Asia, Jepang dan Korea Selatan mengatakan, belum menerima permintaan pembayaran dalam rubel setelah manajer senior produsen gas Gazprom mengajukan perluasan skema pembayaran. CNA melaporkan, Selasa (5/7).

Pengajuan pembayaran rubel muncul beberapa hari setelah Rusia merebut pabrik LNG Sakhalin-2 sebagai tindakan pembalasan atas sanksi Barat. Aksi ini meningkatkan kekhawatiran pasokan bagi pembeli utama seperti Jepang dan Korsel.

Rusia telah meminta pembeli Eropa untuk membayar dalam rubel ketika negara Beruang Merah ini menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak runtuhnya Uni Soviet pada 1991. Menerima pembayaran ekspor energi dalam rubel dapat membantu Moskow mengelak dari sanksi dan membiayai perang di Ukraina.

Wakil kepala departemen Gazprom, Kirill Polous mengatakan, Gazprom telah mengajukan perluasan skema "rubel untuk gas" dengan memasukkan LNG, kantor berita Interfax mengutip pejabat tersebut, Senin (4/7).

Juru bicara importir LNG terbesar Jepang JERA dan perusahaan milik pemerintah Korsel KOGAS mengatakan, perusahaan mereka belum menerima permintaan untuk pembayaran pasokan LNG dalam rubel.

Kedua perusahaan tersebut memiliki kontrak jangka panjang dengan Sakhalin Energy Investment Company, sebuah konsorsium untuk mengambangkan proyek minyak dan gas Shakalin-2 yang dimiliki Gazprom 50 persen, Shell 27,5 persen, Mitsui 12,5 persen, dan Mitsubishi Corp 10 persen.

Rusia bertanggung jawab atas 8 persen dari pasokan LNG global, yakni 40 miliar meter kubik gas per tahun terutama dari Sakhalin-2 dan LNG Yamal Novatek, pabrik LNG terbesar Rusia.

Pembeli LNG dari fasilitas Sakhalin-2 meliputi Jepang, KOGAS Korea Selatan, dan CPC Taiwan.

Juru bicara KOGAS mengatakan, pasokan Rusia memenuhi 6 persen dari impor LNG Korsel.

Pembeli Jepang lainnya, Tokyo Gas menolak berkomentar saat ditanyakan apakah pemasok gas kota itu telah menerima permintaan pembayaran rubel. Perusahaan ini menyebutkan bahwa klausul dalam kesepakatan dengan Sakhalin-2 bersifat rahasia.

Kementerian ekonomi Taiwan mengatakan kontrak lima tahun perusahaan penyuling milik negara CPC untuk membeli langsung dari Rusia telah berakhir.

Perusahaan ini telah menemukan sumber alternatif, sehingga tidak ada pembelian dalam rubel atau masalah terkait, kata kementerian. CPC terakhir mengimpor dua kargo gas dari Sakhalin dan Yamal yang telah dihentikan pada Juni," menurut data Refinitiv.

Pembeli LNG jangka panjang dari fasilitas Yamal meliputi CNPC Tiongkok, Gazprom Marketing & Trading, Naturgy, Novatek, dan TotalEnergy.

Pengajuan ini seharusnya tidak mengejutkan karena membuat semua pembayaran gas, apakah gas pipa atau LNG, dikenakan biaya dalam rubel oleh Gazprom sebagai keputusannya, kata Tilak Doshi, direktur pelaksana Doshi Consulting.

"Tampaknya skema "gas untuk rubel" ditujukan langsung ke Uni Eropa da Amerika Serikat sebagai balasan atas perampasan cadangan luar negeri Rusia, bukan ditujukan pada pembeli Asia seperti Jepang dan Korsel yang merupakan pembeli penting LNG Rusia," katanya.

Baca Juga: