JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tiga saksi yakni Sekretaris Pengadilan Tinggi Agama Medan Hilman Lubis dan dua wiraswasta, Amir Widjaja dan Andre Ismail Putra Nasution untuk tersangka mantan sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi (NHD). Mereka dikonfirmasi mengenai dugaan kepemilikan aset berupa lahan kebun kelapa sawit milik Nurhadi.

"Penyidik mengonfirmasi keterangan para saksi mengenai dugaan kepemilikan aset berupa lahan kebun kelapa sawit milik tersangka NHD di wilayah Padang Lawas," kata Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, di Jakarta, Jumat (17/7).

Ketiganya datang bersaksi untuk tersangka Nurhadi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait dengan penanganan perkara di MA pada tahun 2011-2016. Secara paralel, sudah selama satu Minggu, tim penyidik KPK berada ke Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utama. Mereka menelusuri aset kebun sawit, yang diduga milik Nurhadi.

Periksa Sejumlah Saksi

Selain mengecek aset itu, tim penyidik juga memeriksa sejumlah pihak menjadi saksi perkara Nurhadi. Mulai dari kepala desa, notaris, pegawai kantor pertanahan hingga pejabat Pemerintah Kabupaten Padang Lawas. Pemeriksaan terhadap para saksi-saksi itu dilakukan di Kejaksaan Negeri Padang Lawas.

Sebelumnya, lembaga antirasuah itu juga pernah memanggil Bupati Padang Lawas, Ali Sultan Harahap, namun dia tak datang. Bupati diduga mengetahui perizinan kebun sawit yang di miliki Nurhadi, yang mengatasnamakan anak dan menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono (RHE).

Dalam kasus ini turut menjerat Rezky Herbiyono (RHE) dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto (HS). Hiendra yang diduga sebagai pemberi dalam kasus ini masih buron dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO). Sedangkan, Nurhadi dan menantunya telah ditahan KPK, pada Selasa (2/6).

Nurhadi dan menantunya diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan Pengurusan perkara perdata PT MIT versus PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar 14 miliar rupiah, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar 33,1 miliar rupiah, dan gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan kurang lebih 12,9 miliar rupiah, sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar 46 miliar rupiah.

Atas dugaan tersebut, Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Sementara Hiendra yang diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b subsider Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Sementara itu, penyidik KPK masih berusaha mencari ke beberapa titik tempat terkait dengan dugaan keberadaan tersangka Hiendra. Namun, kata Ali, sampai hari Jumat (17/7) ini, belum berhasil atau belum bisa ditangkap.

"Tentu mengenai tempat-tempatnya tidak bisa kami sampaikan karena teknis di lapangan. Penyidik dengan bantuan kepolisian terus melakukan pencarian. Informasi yang terakhir memang penyidik ada di lapangan mencari keberadaan HSO," kata Ali. n ola/N-3

Baca Juga: