JAKARTA - Tidak banyak orang yang mengenal nama Emmy Yuhassarie meski yang ia kerjakan selama hidupnya banyak berguna bagi negara dan bangsanya. Ia cenderung bekerja dalam senyap. Karena itu namanya hanya akrab di kalangan tertentu, terutama mereka yang menggeluti hukum korporasi, bisnis-ekonomi, penegakan hukum, dan etika.

Emmy memang low profile. Namanya kalah besar dibanding karya-karyanya. Saat ia ditunjuk menjadi manajer program di Pusat Pengkajian Hukum (PPH), ia berhasil menjadikan PPH sebagai lembaga yang diperhitungkan dan berperan besar menyuplai materi hukum yang dibutuhkan pemerintah, terutama yang berkaitan dengan investasi, bisnis, dan korporasi yang sebelumnya hanya mengandalkan kitab hukum dan peraturan peninggalan pemerintah kolonial serta produk negara namun telah ketinggalan zaman.

Di bawah pengelolaan Emmy, PPH menjadi lembaga nirlaba yang produktif dan menjadi lembaga non-pemerintah yang turut berpartisipasi menyuplai bahan untuk pengadaan hukum.

Lebih dari separuh hidup Emmy dihabiskan untuk menjaring hukum yang digunakan pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat (terutama pelaku bisnis) serta mengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Emmy sangat mengutamakan good corporate governance dan menekankan etika, termasuk etika jabatan. Meski ada nama Ruru,fam suaminya (Bacelius Ruru), di belakang namanya, ia tidak mau memanfaatkan privilese atau mengambil manfaat dari posisi suaminya. Bacelius Ruru adalah tokoh yang beberapa kali menduduki jabatan penting di Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN.

Padahal kalau mau, bisa saja kantor konsultan hukumnya, E.Y. Ruru & Rekan mendapat banyak pekerjaan terutama saat suaminya menjabat Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dari 1993 hingga 1995. Apalagi saat itu pasar modal Indonesia sedang booming, banyak sekali perusahaan raksasa yang melakukan penawaran umum perdana (IPO, Initial Public Offering).

Itulah pendapat 64 orang yang pernah mengenal Emmy tentang kiprahnya semasa hidup. Pandangan-pandangan dan kenangan kolega, atasan, dosen, dan sahabat baik ketika masa kecil, remaja, dan dewasa itu dihimpun suami tercinta, Bacelius Ruru dalam buku yang diberi judul Sak Karepmu.

"Buku biografi ini bukan sekadar mengenai Emmy Yuhassarie Ruru seperti biografi-biografi pada umumnya, tetapi lebih kepada professional biography karena juga bercerita tentang lanskap hukum di Indonesia menjelang dan pascareformasi 1998, terutama tentang hukum bisnis," kata Bacelius Ruru.

Judul Sak Karepmu mencerminkan bahwa Emmy adalah orang yang demokratis dan moderat. Ia sering memberi kebebasan pada orang yang meminta pendapat atau sarannya. Tetapi bila orang tersebut ragu dengan saran yang ia berikan, dengan logat khas Jawa Timur, spontan ia berkata, sak karepmu.

Emmy lahir 25 November 1950, meninggal di usia 70 tahun. Meski sejak kecil rajin melukis dan sempat bercita-cita menjadi pelukis, akhirnya ia kuliah di Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair). Saat masih kuliah di Unair, ia mendapat beasiswa Fulbright. Emmy menyeleaikan program magister di bidang hukum internasional di University of California Berkeley di Amerika Serikat.

Sekalipun bidang yang digeluti Emmy adalah hukum ekonomi, namun pemikirannya banyak dipengaruhi sosiologi hukum, Prof. Soetandyo Wignjosoebroto, guru besar Universitas Airlangga yang juga dikenal sebagai tokoh hak asasi manusia.

Bacelius Ruru berharap buku ini sedikitnya bisa menjadi inspirasi bagi generasi mendatang tentang nilai-nilai etika, tentang pentingnya hubungan baik dan kekeluargaan dengan rekan kerja, dan utamanya sebagai motivasi bagi siapapun untuk bisa berbuat sekecil apapun untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia.

Baca Juga: