HONG KONG - Perdagangan saham China Evergrande dihentikan setelah anjlok lebih dari 20 persen pada awal perdagangan hari Senin (29/1), setelah pengadilan Hong Kong memutuskan untuk melikuidasi pengembang properti tersebut.

Hal ini terjadi di tengah meningkatnya krisis utang di negara tersebut.

China Evergrande yang pernah menjadi salah satu pengembang properti terbesar di negaranya, dalam beberapa tahun terakhir diselimuti krisis utang.

The Wall Street Journal sebelumnya melaporkan bahwa kreditor Evergrande di luar negeri gagal mencapai kesepakatan 11 jam akhir pekan ini untuk melakukan restrukturisasi, yang dapat berarti likuidasi dalam waktu dekat bagi pengembang real estate tersebut.

Dikutip dari Consumer News and Business Channel (CNBC), Evergrande adalah pengembang properti dengan utang terbanyak di dunia, yang gagal bayar pada tahun 2021 dan mengumumkan program restrukturisasi utang luar negeri pada Maret tahun lalu.

Para pembuat kebijakan di Tiongkok telah berupaya keras untuk membendung krisis utang di sektor properti yang terpuruk.

Pekan lalu, Bank Rakyat Tiongkok dan Kementerian Keuangan mengumumkan langkah-langkah untuk membantu meningkatkan likuiditas yang tersedia bagi pengembang properti.

Langkah-langkah tersebut, yang akan berlaku hingga akhir tahun ini, akan membantu meringankan krisis uang tunai yang berkepanjangan bagi pengembang Tiongkok setelah Beijing melakukan tindakan keras terhadap sektor tersebut untuk mengatasi tingkat utang yang membengkak di sektor real estat.

Nenurut Alexander Cousley, ahli strategi investasi APAC di Russell Investments, sektor properti di Tiongkok masih tetap menantang dengan latar belakang berita Evergrande,

"Saya pikir langkah-langkah tersebut harus lebih tepat sasaran dan lebih kuat," kata Cousley di acara Street Signs Asia CNBC.

Krisis Evergrande memicu kekhawatiran bahwa permasalahan sektor properti Tiongkok dapat meluas ke wilayah lain di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.

Country Garden, yang juga merupakan salah satu pengembang terbesar di Tiongkok, sedang berjuang untuk melunasi utangnya sendiri. Namun, pengembang dilaporkan mengatakan bulan lalu bahwa mereka mungkin menghindari gagal bayar pada obligasi dalam mata uang yuan.

Baca Juga: