Kehadiran kendaraan bermotor listrik (KBL) sebagai angkutan massal tinggal menunggu hari. Sebab, belakangan ini, pemerintah dan sejumlah perusahaan otomotif terlihat akrab. Bahkan, pejabat pemerintah tak canggung ikut konvoi naik kendaraan listrik di Jakarta dengan rute Monas-Thamrin-Sudirman-Senayan-Monas.

Pemerintah memang terus mempercepat pengembangan produksi mobil listrik di dalam negeri. Presiden Joko Widodo juga telah menandatangani Peraturan Presiden No 55 Tahun 2019, tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.

Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, kebijakan mengenai mobil listrik berkaitan erat dengan pengembangan ekosistem yang terkait dua hal. Pertama, Perpres mobil listrik mengenai tentang percepatan, terdapat pembagian tugas-tugas bagi kementerian, antara lain penyediaan infrastruktur, research and development, dan regulator.

Kemudian kedua, pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2013 yang terkait dengan sistem fiskal perpajakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang akan mengacu pada tingkat emisi kendaraan. Ini berarti akan ada insentif, apabila full electric vehicle atau fuel cell dengan emisi nol, maka PPnBM-nya juga nol. Dengan kata lain, mobil listrik akan jalan apabila insentifnya pun jalan. Karena saat ini, mobil listrik harganya 40 persen lebih mahal daripada mobil biasa.

Di dalam revisi PP Nomor 41 dimasukkan juga roadmap (peta jalan) mengenai teknologi berbagai kendaraan berbasis listrik, termasuk untuk mengantisipasi teknologi kendaraan berbasis hidrogen atau fuel cell vehicle. Jadi, keseluruhan perkembangan teknologi sudah diadopsi. Tak cuma itu, Perpres terkait mobil listrik diatur juga Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang harus mencapai 35 persen pada tahun 2023.

Diketahui, guna mendorong pengembangan industri mobil listrik Tanah Air, pada tahap awal, pemerintah akan memberikan kesempatan kepada para pelaku industri otomotif untuk mengimpor dalam bentuk Completely Built Unit (CBU). Namun, dalam tiga tahun, industri diwajibkan harus memenuhi peraturan TKDN. Jadi, kuota impor CBU mobil listrik bergantung kepada investasi dari principal (pemilik merek), Nantinya, keringanan untuk impor hanya diberikan kepada pelaku industri yang sudah berkomitmen untuk melakukan investasi kendaraan listrik di Indonesia.

Kita bersyukur, saat ini ada tiga principal yang sudah menyatakan komitmen berinvestasi untuk industri electric vehicle di Tanah Air. Para principal tersebut menargetkan mulai berinvestasi di dalam negeri pada 2022. Ini penting, karena sebagian besar tenaga mobil listrik terkait dengan baterai. Sementara itu, bahan baku baterai, seperti kobalt, mangan, dan lain-lainya ada di Indonesia. Dengan demikian, industri baterai akan lebih dulu tumbuh baru kemudian tercipta industri mobil listrik yang kompetitif.

Kini perkembangan investasi agar Indonesia memproduksi baterai kendaraan listrik tinggal satu lagi tahap, yakni investasi industri battery cell. Sedangkan tahapan lain, seperti mine concentrate serta refinery and electrochemical production, sudah ada investasi. Tepatnya di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah. Pabrikan KBL juga siap melakukan battery pa ck assembly bila sudah ada investasi di battery cell. Yang dilakukan pemerintah, mereka gencar mempromosikan investasi industri battery cell.

Ya, kendaraan listrik merupakan masa depan industri otomotif sekaligus jawaban pemanfaatan energi ramah lingkungan di Indonesia. Kendaraan listrik juga salah satu cara mengurangi polusi, karena lebih hemat energi dibanding mobil berbahan bakar fosil.

Kita mesti optimistis akan pengembangan mobil listrik di Indonesia. Apalagi pengembangan mobil listrik di Indonesia diwajibkan sesuai dengan peraturan tentang tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). Pengembangan kendaraan bermotor listrik merupakan kesempatan bagi SDM Indonesia menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia bisa membuat mobil listrik.

Baca Juga: