Sudah seharusnya OJK berkewajiban mengurusi seluruh usaha yang bergerak di sektor keuangan, termasuk koperasi simpan pinjam.

JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) seharusnya diterima oleh pelaku koperasi simpan pinjam (KSP). Sebab, adanya pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap KSP yang membuat koperasi diperlakukan setara sebagaimana financial technology (fintech), perbankan, asuransi, dan semua yang bergerak di sektor keuangan.

"Seharusnya, masyarakat simpan pinjam berbesar hati (atas adanya RUU PPSK) karena sekarang tidak didiskriminasi lagi. Jadi, naik kelas, diperlakukan sama dengan badan hukum yang lain," ucap Ekonom Universitas Gadjah Mada, Revrisond Baswir, di Jakarta, Selasa (22/11).

Adanya pengawasan OJK hanya untuk koperasi yang bergerak di bidang keuangan, bukan untuk koperasi di bidang produksi dan konsumsi. Menurut Revrisond, sudah seharusnya OJK berkewajiban mengurusi seluruh usaha yang bergerak di sektor keuangan.

Di seluruh dunia, lanjutnya, tidak ada pembedaan pengawasan otoritas keuangan terhadap koperasi dan bukan koperasi. Semuanya diperlakukan sama karena memiliki badan hukum dan bergerak di sektor keuangan.

Sejak OJK dibentuk, lanjut dia, seharusnya KSP diakomodasi sebagaimana berbagai sektor lain yang bergerak di bidang keuangan. Karena itu, tidak heran jika terjadi problem seperti delapan KSP bermasalah yang merugikan negara puluhan triliun rupih karena sejak awal tidak dimasukkan dalam pengawasan OJK.

"Apa yang perlu dipahami adalah koperasi berasal dari Eropa yang kemudian berkembang ke seluruh dunia," ujarnya.

Berbagai jaringan koperasi dari sejumlah negara akhirnya membentuk International Cooperative Alliance (ICA) guna menyatukan gerakan-gerakan koperasi di setiap negara agar terjadi keseragaman, terutama dalam cara memandang jati diri koperasi yang sejati. Namun, banyak yang menganggap koperasi asli dari Indonesia.

"Jadi, kalau mau bicara konsep koperasi, kita tinggal mengikuti saja perkembangan dunia (seperti) di ICA, di Inggris, di Prancis, di Jerman, di Skandinavia, di Jepang, dan di Singapura. Sebenarnya sederhana kan? (Akan tetapi), karena terlanjur menganggap koperasi asli Indonesia, lalu tidak mau menoleh (mencontoh negara-negara lain), sehingga (koperasi di Indonesia) jadi semacam miskin pengetahuan mengenai perkembangan koperasi di dunia," ungkap Revrisond.

Dampaknya ialah koperasi Indonesia dianggap setara dengan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), padahal koperasi memiliki potensi besar, bahkan berskala multinasional. Dalam arti, koperasi tidak hanya mampu mencapai level UMKM saja.

Dia mencontohkan beberapa koperasi yang berkembang menjadi perusahaan multinasional, di antaranya koperasi asal Prancis seperti Crédit Agricole Group yang menjadi bank kedua terbesar di negara tersebut. Kemudian juga Rabobank di Belanda, Mondragon di Spanyol, dan Huawei di Tiongkok.

Menimbang hal tersebut, dia mendorong pemerintah memperkaya pengetahuan masyarakat mengenai perkembangan koperasi di dunia internasional, dia turut melecut perluasan kerja sama dan pergaulan dengan koperasi internasional.

Penyempurnaan UU

Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Arif Rahman Hakim, terus mendorong penyempurnaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

"UU Nomor 25/1992 tentang Perkoperasian sudah lebih dari 30 tahun, sedangkan dinamika perekonomian sudah bergerak demikian cepat. Jadi, sangat wajar bila tahun ini UU tersebut akan disempurnakan," ujar Arif dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, beberapa waktu lain.

Baca Juga: