Russia menarik mundur pasukannya dari situs PLTN Chernobyl yang selama sebulan diduduki setelah muncul laporan tentara Russia terpapar radiasi.

KYIV - Pasukan Russia dilaporkan telah mengembalikan kendali Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Chernobyl ke tangan Ukraina pada Jumat (1/4) dini hari, setelah lebih dari sebulan mendudukinya.

Badan energi Ukraina, Energoatom, mengatakan penarikan pasukan dilakukan setelah ada kabar bahwa tentara Russia terpapar radiasi saat menggali parit di zona eksklusi di sekitar PLTN yang ditutup.

Hingga berita ini ditulis, belum ada konfirmasi resmi atas informasi tersebut.

Meskipun pasukan Russia menguasai Chernobyl segera setelah invasi pada 24 Februari lalu, para pekerja PLTN di sana terus mengawasi penyimpanan yang aman dari limbah bahan bakar nuklir. Mereka juga mengawasi sisa-sisa reaktor yang terbungkus beton yang meledak pada 1986 dan menyebabkan kecelakaan nuklir terburuk di dunia.

Pengawas nuklir PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA), mengaku sedang mencari informasi lebih lanjut dan bersiap mengirim misi ke PLTN Chernobyl di Ukraina utara.

Langkah penarikan pasukan Russia dari Chernobyl ini terjadi setelah beberapa hari sebelumnya Kremlin berjanji untuk mengendurkan serangannya di Ukraina. Namun, langkah ini dianggap sebagai dalih mereka untuk melakukan reposisi dan pengelompokkan ulang pasukan, mempersiapkan kembali kekuatan mereka, dan pada akhirnya menerjunkan mereka kembali untuk serangan yang lebih dahsyat ke bagian timur Ukraina.

Sementara Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, mengatakan penarikan pasukan Russia dari utara adalah sebuah taktik militer dan bahwa Russia sedang membangun serangan baru yang kuat di bagian tenggara Ukraina.

"Kami tahu niat mereka,'' kata Zelenskyy dalam postingan video Kamis (31/3) malam. "Kami tahu bahwa mereka bergerak menjauh dari area di mana kami memukul mundur mereka untuk fokus menyerang di tempat lainnya dan akan ada pertempuran di depan," imbuh Presiden Ukraina itu.

Koridor Kemanusiaan

Sementara itu Kementerian Pertahanan Russia mengumumkan bahwa mereka akan membuka koridor kemanusiaan pada Jumat (1/4) pagi, dari Kota Mariupol ke Zaporizhzhia menyusul permintaan pribadi dari Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dan Kanselir Jerman, Olaf Scholz, kepada Presiden Vladimir Putin.

"Militer Russia akan membuka kembali koridor kemanusiaan dari Mariupol ke Zaporizhzhia pada 1 April mulai pukul 10 pagi waktu Moskwa," kata Kolonel Jenderal Mikhail Mizintsev, direktur Pusat Manajemen Pertahanan Nasional Russia.

Mizintsev juga mengatakan pihaknya akan terus membuka koridor kemanusiaan setiap hari ke arah ibu kota Ukraina, Kyiv, Chernihiv, Sumy, Kharkiv dan Mariupol, dengan mengatakan bahwa tentara Russia akan mematuhi gencatan senjata di titik-titik ini.

Mizintsev lebih lanjut mencatat bahwa dalam 24 jam terakhir, sudah lebih dari 18.000 orang, termasuk 3.400 anak-anak, dievakuasi ke Russia dari daerah berbahaya di Ukraina.

"Sebanyak 527.607 orang dievakuasi sejak dimulainya operasi militer khusus, termasuk 108.219 anak-anak," kata Mizintsev seraya menambahkan 115.347 orang telah diselamatkan dari Mariupol melalui koridor kemanusiaan, termasuk 3,235 dalam 24 jam terakhir.

Perang Russia-Ukraina, yang dimulai pada 24 Februari, menyebabkan kemarahan internasional. Uni Eropa, AS dan Inggris menerapkan sanksi keuangan yang keras di Moskwa.

Menurut perkiraan PBB, setidaknya 1.232 warga sipil telah tewas di Ukraina dan 1.935 terluka, dengan angka sebenarnya dikhawatirkan jauh lebih tinggi. Saat ini badan pengungsi PBB memperkirakan lebih dari 4 juta warga Ukraina juga telah melarikan diri ke negara-negara tetangga, dengan jutaan lainnya mengungsi di dalam negeri. AFP/DW/Anadolu/I-1

Baca Juga: