Russia kembali melancarkan serangan massal ke kota-kota di seluruh Ukraina. Moskwa menyatakan serangan-serangan itu sebagai balasan atas ledakan yang merusak jembatan utama yang menghubungkan Russia ke Crimea.

KYIV - Russia pada Selasa (11/10) mengatakan bahwa pihaknya telah meluncurkan serangan massal ke Ukraina beberapa jam sebelum terselenggaranya pertemuan G7 yang diperkirakan akan mengecam serangan misil sebelumnya.

Pertemuan G7 terselenggara sehari setelah misil-misil Russia menghantam ibu kota Ukraina untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan.

"Pasukan Russia telah menghujani lebih dari 80 misil ke kota-kota di seluruh Ukraina," lapor Kyiv.

Sedangkan para pejabat di wilayah Lviv, Ukraina barat, mengatakan setidaknya tiga misil Russia menargetkan infrastruktur energi dan menghantam Kota Lviv sehingga sekitar sepertiga kota itu tanpa dialiri listrik.

Kementerian Pertahanan Russia mengkonfirmasi serangan tersebut dengan mengatakan pihaknya telah melakukan serangan besar-besaran menggunakan senjata jarak jauh dan presisi tinggi dan menyatakan bahwa semua target berhasil jadi sasaran mereka.

Rentetan serangan massal pada Senin terjadi sebagai pembalasan atas ledakan pada Sabtu (8/10) yang merusak jembatan utama yang menghubungkan Russia ke Crimea, sebuah semenanjung yang dianeksasi Russia dari Ukraina pada 2014.

Presiden Zelenskyy dan para pemimpin G7 akan bertemu melalui tautan video pada Selasa untuk membahas serangan terbaru Russia.

Sebelumnya pada Senin, Presiden Zelenskyy mengatakan bahwa Ukraina tidak bisa diintimidasi dan ia menyatakan, alih-alih menanamkan rasa takut, serangan Russia justru akan menarik perhatian seluruh dunia.

Sementara itu kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, Swiss, pada Selasa menyatakan bahwa serangan Russia di Ukraina bisa menjadi kejahatan perang jika warga sipil menjadi sasaran

"Serangan yang menargetkan warga sipil dan objek yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup warga sipil dilarang berdasarkan hukum humaniter internasional," kata Ravina Shamdasani, juru bicara kantor hak asasi manusia PBB, mengatakan kepada wartawan di Jenewa.

Seruan Gencatan Senjata

Pada saat bersamaan, Turki menyerukan gencatan senjata di Ukraina hanya beberapa hari menjelang kemungkinan pertemuan antara para pemimpin Turki dan Russia di ibu kota Kazakh, Astana.

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, yang mendapat pujian karena mengamankan kesepakatan gandum serta pertukaran tahanan Russia-Ukraina, telah lama berusaha menyatukan Kyiv dan Moskwa untuk pembicaraan gencatan senjata yang tidak diinginkan oleh kedua pihak.

Walau merupakan anggota NATO, Turki yang tetap netral selama konflik di Ukraina sehingga memiliki hubungan baik dengan dua negara tetangganya di Laut Hitam itu.

"Ketika perang Ukraina-Russia berlarut-larut, situasinya menjadi lebih buruk dan lebih rumit. Oleh karena itu gencatan senjata harus dilakukan sesegera mungkin. Lebih cepat lebih baik," kata Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu. AFP/I-1

Baca Juga: