Ukraina menduga bahwa pasukan Russia telah menggunakan senjata kimia setelah ada laporan sejumlah orang mengalami gagal napas dan masalah neurologis dalam serangan ke Kota Mariupol yang terkepung.
KYIV - Sebuah unit militer dari Pasukan Nasional Ukraina menuduh pasukan Russia telah menggunakan bahan beracun terhadap para tentara dan warga sipil di Mariupol. Batalion Azov Ukraina yang saat ini terus mempertahankan kota pelabuhan itu dari serangan pasukan Russia, pada Senin (11/4) menulis di media sosial bahwa orang-orang menunjukkan gejala kesulitan bernapas.
Atas dugaan itu negara-negara Barat sedang menyelidiki dugaan itu. Amerika Serikat (AS) dan Inggris mengatakan mereka tengah bekerja untuk mengkonfirmasi laporan yang belum diverifikasi soal Russia yang menggunakan senjata kimia dalam invasi mereka di Ukraina.
"Ada laporan-laporan bahwa pasukan Russia kemungkinan telah menggunakan bahan kimia dalam serangan kepada warga Mariupol. Kami bekerja cepat dengan mitra-mitra untuk memverifikasi laporan," cuit Menteri Luar Negeri Inggris, Liz Truss, di akunTwittermiliknya.
"Setiap penggunaan senjata semacam itu akan menjadi eskalasi yang tidak berperasaan dalam konflik ini dan kami akan meminta (Presiden Russia, Vladiri) Putin dan rezimnya bertanggung jawab," imbuh Menlu Truss.
Sementara juru bicara Pentagon, John Kirby, mengatakan dirinya mengetahui adanya laporan yang menyebutkan bahwa pasukan Russia diduga mengerahkan senjata kimia di Mariupol dan AS juga tengah memantau laporan tersebut.
"Kami tidak dapat mengkonfirmasi pada saat ini dan akan terus memantau situasi dengan cermat," kata Kirby. "Laporan ini, jika benar, sangat memprihatinkan dan merefleksikan kekhawatiran yang kita miliki tentang potensi Russia untuk menggunakan berbagai alat kerusuhan, termasuk gas air mata dicampur zat kimia di Ukraina," ujar Kirby.
Sementara itu anggota parlemen Ukraina, Ivanna Klympush, melalui akunTwittermiliknya menulis bahwa zat yang tidak diketahui telah digunakan di Kota Mariupol yang menyebabkan kegagalan pernapasan dan gangguan gerakan. "Kemungkinan besar senjata kimia!" cuit Klympush.
Sedangkan penasihat Wali Kota Mariupol, Petro Andryushchenko, menulis diTelegrammengenai laporan serangan senjata kimia yang belum terkonfirmasi. "Kami sedang menunggu informasi resmi dari militer," tulis Andryushchenko.
Serangan "Drone"
Pada Senin, Batalion Azov yang merupakan milisi ultranasionalis di Ukraina, mengklaim sebuah pesawat nirawak (drone) Russia telah menjatuhkan zat beracun kepada pasukan dan warga sipil Ukraina di Mariupol. Akibat serangan tersebut dilaporkan bahwa orang-orang mengalami gagal napas dan masalah neurologis.
"Tiga orang memiliki tanda-tanda yang jelas akan keracunan oleh senjata kimia, tetapi tanpa konsekuensi bencana," kata pemimpin batalion, Andrei Biletsky, dalam sebuah pesan video di saluranTelegrammiliknya.
Menanggapi laporan ini, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, pun menyerukan sanksi berat agar dijatuhkan kepada Moskwa.
"Kami menanggapi ini dengan sangat serius," kata Zelenskyy. "Saya ingin mengingatkan kembali pemimpin-pemimpin dunia kemungkinan penggunaan senjata kimia sudah didiskusikan militer Russia, dan pada saat itu artinya perlu reaksi yang lebih keras dan cepat pada agresi Russia," imbuh dia. AFP/DW/NHK/I-1