MOSKOW - Pihak berwenang Rusia mengatakan mereka telah membuka penyelidikan ledakan sebuah bom mobil yang menyebabkan kematian putri seorang ultranasionalis terkemuka Rusia.
Mengutip New York Times, Toyota Land Cruiser yang ditumpangi oleh Daria Dugina, putri Aleksandr Dugin, seorang pendukung perang Rusia di Ukraina, meledak dan terbakar di jalan raya 20 mil sebelah barat Moskow, Sabtu (20/8).

Selama ini, Dugin dikenal sebagai 'otak ideologis" Putin yang membantu meletakkan dasar ideologis untuk invasi Rusua ke Ukraina.

Belum pihak yang menklaim bertanggung jawab langsung atas insiden tersebut. Media berita Rusia mengatakan bahwa rekan Dugin yakin bukan putrinya, yang menjadi sasaran bom mobil itu.

Seorang pejabat Ukraina menyangkal keterlibatan negaranya. Tetapi komentator dan politisi pro-Kremlin dengan cepat menyalahkan Ukraina dan menuntut balas dendam, menyuntikkan ketidakpastian baru ke dalam perang
yang telah berlangsung hampir enam bulan.

Penyelidik Rusia mengatakan, sebuah alat peledak telah ditanam di bawah mobil di sisi pengemudi.

"Serangan itu kejahatan yang direncanakan," kata pihak berwenang, Minggu (21/8).

Dugin adalah seorang filsuf politik yang sering digambarkan sebagai "otak Putin", meskipun sebenarnya hubungan antara kedua pria itu buram, dan beberapa ahli di Kremlin mengatakan itu sering dilebih-lebihkan. Tapi Dugin telah lama menjadi salah satu pendukung yang paling terlihat dari gagasan kekaisaran Rusia di pucuk pimpinan peradaban "Eurasia" terkunci dalam konflik eksistensial di Barat.

Sementara itu, Dugina, 29 tahun, adalah seorang jurnalis dan komentator yang memiliki pandangan yang sama dengan ayahnya dan telah dikenakan sanksi oleh pemerintah AS dan Inggris karena menyebarkan disinformasi tentang Ukraina.

Komite Investigasi Rusia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Dugina telah meninggal di lokasi ledakan di distrik Odintsovo, daerah elit di pinggiran Moskow. Gambar dan video yang beredar di media sosial Rusia menunjukkan sebuah kendaraan dilalap api dan seorang pria yang tampak seperti Dugin mondar-mandir sambil memegangi tangannya di kepalanya. Gambar-gambar ini tidak dapat segera diverifikasi.

Seorang penulis konservatif populer, Zakhar Prilepin, mengatakan dalam sebuah unggahan di saluran Telegramnya bahwa Dugin dan putrinya berada di sebuah festival nasionalis pada Sabtu tetapi pergi dengan mobil yang berbeda. Media pemerintah Rusia menggambarkan, festival itu sebagai acara dengan langkah pengamanan yang longgar. Kantor berita yang dikelola negara, Tass, mengutip sumber penegak hukum yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa tidak ada pemeriksaan keamanan di pintu masuk tempat mobil yang dikendarai oleh Dugina parkir.

Insiden itu terjadi ketika Kremlin menghadapi pertanyaan yang semakin intensif atas upaya perangnya di Ukraina dan mengapa tidak berbuat lebih banyak untuk mencegah serangan jauh di belakang garis depan. Para pendukung utama perang, sudah marah atas serangan sabotase Ukraina baru-baru ini di Krimea, dan mereka dengan cepat turun ke media sosial menklaim bahwa Ukraina berada di balik kematian Dugina.

"Ukraina jelas tidak ada hubungannya dengan ledakan kemarin," kata penasihat presiden Ukraina, Mykhailo Podolyak, dalam komentar yang disiarkan televisi pada Minggu pagi.

"Kami bukan negara kriminal seperti Federasi Rusia, apalagi teroris," tegasnya.

Sedangkan pemimpin separatis yang didukung Rusia di wilayah Donetsk di Ukraina timur, Denis Pushilin, menulis di jejaring sosial Telegram baha "teroris rezim Ukraina" berada di balik pengeboman itu.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria V. Zakharova, berhenti menuduh Ukraina.

"Tetapi jika Ukraina memang bertanggung jawab, maka kita harus berbicara tentang kebijakan terorisme negara yang direalisasikan oleh rezim Kyiv," tulisnya di Telegram.

"Kami sedang menunggu hasil investigasi," tambahnya.

Meskipun masih belum jelas bagaimana atau apakah Putin akan menanggapi kematian Dugina, seruan untuk membalas dendam menggarisbawahi bagaimana pendukung paling kuat invasi Ukraina masih bisa menjadi sekutu yang merepotkan bagi Kremlin, terutama jika pemimpin Rusia berusaha menghindari eskalasi konflik.

"Bagi Kremlin, setiap orang yang berideologi bisa berguna sekaligus berbahaya," kata Marat Guelman, pakar politik Rusia yang memberi nasihat kepada Kremlin di tahun-tahun awal pemerintahan Putin.

"Saat ini, mereka berguna. Tapi segera mereka akan menjadi berbahaya," ujar pria yang sekarang tinggal di Montenegro itu.

Daria Dugina adalah seorang Hawkish Rusia yang mencerca 'hegemoni global' Barat. Dia mengikuti jejak ayahnya sebagai komentator yang menggabungkan pandangan imperialis hawkish dengan filosofi politik yang sarat jargon.

Pada Kamis, dua hari sebelum kematiannya, dia berargumen di sebuah acara bincang-bincang televisi pemerintah bahwa "pria Barat hidup dalam mimpi - mimpi yang dia dapatkan dari hegemoni globalnya". Pada Jumat, dia menyampaikan kuliah tentang "peta mental dan peran mereka dalam perang jaringan-sentris", yang menggambarkan kekejaman yang dilakukan oleh tentara Rusia di Bucha, pinggiran kota Kyiv, sebagai acara yang dipentaskan.

Dan sebelum dia meninggal pada Sabtu, dia menghadiri festival nasionalis bersama ayahnya di luar Moskow yang disebut Tradisi. Dalam selfie yang diunggah oleh Akim Apachev, seorang musisi nasionalis Rusia, Dugina, muncul di samping ayahnya, Aleksandr Dugin, dengan jaket kamuflase militer diikatkan di pinggangnya.

"Musuh ada di gerbang," tulis Apachev di media sosial pada Minggu.

"Beristirahatlah dengan tenang, Daria. Anda akan dibalaskan! " ujarnya.

Bulan lalu, pemerintah Inggris memberlakukan sanksi terhadap Dugina, mengutipnya sebagai "kontributor disinformasi yang sering dan terkenal terkait dengan Ukraina dan invasi Rusia ke Ukraina di berbagai platform online".

Amerika Serikat menjatuhkan sanksi padanya pada Maret, menggambarkannya sebagai pemimpin redaksi situs web disinformasi berbahasa Inggris yang dimiliki oleh Yevgeny Prigozhin, oligarki Rusia yang dikenal sebagai "koki Putin".

Dia adalah rekan penulis buku tentang perang di Ukraina yang disebut "The Z Book", merujuk salah satu simbol pengenal yang digambar di tank Rusia. Pada Juni, dia melakukan perjalanan ke kota pelabuhan Ukraina, Mariupol, setelah pasukan Rusia merebutnya dalam kampanye brutal. Dia mengatakan kepada stasiun radio Rusia yang dikelola negara bahwa pabrik baja Azovstal, di mana para pejuang kota membuat benteng terakhir mereka, dipenuhi dengan "Satanis," "energi hitam".

Menggemakan ayahnya, komentar publik Dugina memberikan kerangka ideologis untuk kebijakan luar negeri Putin yang agresif. Dalam sebuah wawancara dengan penyiar Rusia beberapa jam sebelum kematiannya, dia mengutip teori Samuel Huntington dan cendekiawan lain untuk menggambarkan perang di Ukraina sebagai bentrokan peradaban yang tak terhindarkan.

"Ini adalah totalitarianisme liberal, ini adalah fasisme liberal, ini adalah totalitarianisme Barat," katanya, menggambarkan apa yang Rusia, dalam pandangannya, sedang lawan.

"Itu telah mencapai akhirnya," tegasnya.

Dugina tidak dikenal di Rusia di luar lingkaran ultranasionalis dan imperialis. Tetapi para blogger dan komentator yang mengenalnya menggambarkan kematiannya sebagai tragedi dan menyerukan balas dendam.

"Ini terjadi di ibu kota Tanah Air kita," tulis pembawa acara televisi pro-Kremlin, Tigran Keosayan, di media sosial.

"Saya tidak mengerti mengapa ada bangunan yang masih berdiri di Jalan Bankova di Kyiv," tambahnya mengacu pada lokasi kantor presiden Ukraina.

Arus utama politik Rusia

Dugin lama menduduki pinggiran ultranasionalis yang dalam beberapa tahun terakhir bergerak lebih dekat ke arus utama politik Rusia. Presiden Vladimir Putin menggemakan filosofinya ketika dia menyatakan dimulainya invasi ke Ukraina pada 24 Februari. Rusia, kata Putin saat itu, sedang memerangi "kerajaan kebohongan" yang dipimpin Amerika.

Berawal sebagai pembangkang anti-komunis, Dugin dalam beberapa tahun terakhir telah berfokus untuk mempengaruhi Kremlin dan mempromosikan visi kebangkitan Rusia yang musuh utamanya adalah dunia "Atlantik" yang dipimpin oleh Amerika Serikat.

Pemikirannya dibangun di atas gagasan "Eurasianisme," bahwa Rusia adalah peradaban yang berbeda yang harus membentuk negara yang membentang di sepanjang garis kekaisaran sebelumnya tetapi tanpa ideologi Komunis Uni Soviet.

"Setelah Uni Soviet dujual ke Barat pada 1990-an, Rusia dapat bangkit kembali dalam fase pertempuran global berikutnya dan menjadi kerajaan dunia," tulis Jane Burbank, pakar sejarah emeritus di Universitas New York, dalam pandangannya tentang Dugin.

Dugin menyebut pemberontakan Ukraina 2013 melawan kepemimpinan pro-Rusia negara itu sebagai "kudeta oleh Amerika Serikat" yang dimaksudkan untuk menggagalkan ekspansi semacam itu.

"Hanya setelah memulihkan Rusia Raya yang merupakan Uni Eurasia, kami bisa menjadi pemain global yang kredibel," katanya.

Amerika Serikat menjatuhkan sanksi pada Dugin pada 2015 karena perannya dalam kebijakan yang mengancam Ukraina, termasuk membantu merekrut pejuang separatis yang didukung Rusia di Ukraina timur. Putrinya Daria Dugina, yang terbunuh pada Sabtu, adalah seorang jurnalis yang terkena sanksi tahun ini oleh Amerika Serikat dan Inggris, karena dianggap menerbitkan disinformasi tentang Ukraina.

Menulis sebelum insiden pada Sabtu di salurannya di Telegram, sebuah aplikasi pesan sosial, Dugin mengatakan bahwa Rusia tidak dapat memenangkan perang di Ukraina kecuali jika menempatkan seluruh masyarakat pada pijakan perang. Dia mengatakan bahwa serangan baru-baru ini di dalam Krimea dan janji Kyiv untuk melancarkan serangan balasan menunjukkan bahwa Ukraina dan sekutu Baratnya tidak siap untuk berkompromi.

"Rusia telah menantang Barat sebagai sebuah peradaban. Ini berarti kita juga harus pergi sampai akhir," tulis Dugin di unggahan tersebut.

Baca Juga: