JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berpotensi kembali melemah awal pekan ini. Pergerakan rupiah bakal dipengaruhi perkembangan politik dan ekonomi di Amerika Serikat (AS).
Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana melihat investor cenderung menunggu atau wait and see, pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada 5 November mendatang dan hasil rapat dewan kebijakan bank sentral AS (The Fed) atau FOMC pada 6-7 November mendatang.
Selain itu, lanjutnya, investor terus mencermati rilis sejumlah data ekonomi AS seperti unemployment rate, Non-Farm Payroll, dan participation rate.
Karenanya, Fikri memproyeksikan kurs rupiah terhadap dollar AS dalam perdagangan di pasar uang antarbank, Senin (4/11), bergerak di kisaran 15.600 - 15.700 rupiah per dollar AS dengan kecenderungan melanjutkan pelemahan dari akhir pekan lalu.
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada perdagangan, Jumat (1/11) sore, ditutup melemah 34 poin atau 0,22 persen dari sehari sebelumnya menjadi 15.732 rupiah per dollar AS. Pelemahan dipengaruhi data tenaga kerja AS yang kuat.
"Penguatan inflasi dan data tenaga kerja AS membatasi penguatan rupiah," kata analis Bank Woori Saudara Rully Nova di Jakarta.
Rully menuturkan data indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) inflasi inti AS naik 2,7 persen, dan data klaim pengangguran AS turun dan terendah dalam 5 bulan menjadi 216 ribu.
Sementara, dari faktor domestik, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia mengalami inflasi 0,08 persen (month-to-month/mtm) pada Oktober 2024, yang mengakhiri deflasi beruntun.
Inflasi tahunan mencapai 1,71 persen (year-on-year/yoy) dan inflasi tahun kalender 0,82 persen (year-to-date/ytd).