JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS diperkirakan melemah, melanjutkan depresiasi pada akhir pekan lalu. Rupiah masih dibayangi imbal hasil (yield) obligasi Amerika Serikat (AS).

Dollar AS melonjak pada akhir perdagangan Jumat (5/3) waktu New York, Amerika Serikat (AS) atau Sabtu (6/3) pagi WIB, setelah data menunjukkan pertumbuhan pekerjaan mengalahkan ekspektasi pada Februari, mendukung pandangan pejabat Federal Reserve (Fed) yang mengatakan kenaikan imbal hasil obligasi AS baru-baru ini dibenarkan oleh prospek ekonomi yang membaik.

Perbaikan lapangan pekerjaan terjadi di tengah jatuhnya kasus baru Covid-19. Data penggajian (payrolls) non-pertanian melonjak 379.000 pekerjaan bulan lalu, setelah naik 166.000 pada Januari.

"Ini adalah laporan penggajian non-pertanian yang cukup mengesankan," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA di New York. "Ada momentum di pasar tenaga kerja."

Indeks dollar melonjak setinggi 92,201, tertinggi sejak 25 November, sebelum terkoreksi kembali ke 91,965, masih naik 0,36 persen pada Jumat (5/3).

Penguatan tersebut diperkirakan akan membuat aset berisiko, termasuk rupiah, tertekan. Sebelumnya, kurs rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada akhir pekan terkoreksi 33 poin dari sehari sebelumnya menjadi 14.300 rupiah per dollar AS.

Baca Juga: