Rumah pribadi Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 merupakan saksi bisu peristiwa tonggak awal kehidupan bernegara Republik Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945 tepat pukul 10.00 WIB, Soekarno - Hatta dengan gagah berani memproklamirkan kemerdekaan Indonesia yang bebas dari penjajah dan disaksikan Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani, Trimurti.

Juga, Fatmawati yang menjahit bendera Merah Putih pertama, dengan kedua tangannya. Kemudian Sang Saka Merah Putih, yang telah dijahit Fatmawati pun dikibarkan, disusul sambutan Wakil Wali Kota Jakarta saat itu, Soewirjo dan pimpinan Barisan Pelopor, Moewardi.

72 Tahun telah berlalu, kediaman Soekarno sudah berubah wujud menjadi Taman Proklamasi yang berada di Jalan Proklamasi Nomor 56, Jakarta Pusat. Di lapangan seluas empat hektare itu berdiri Monumen Proklamasi dengan Monumen Petir setinggi 17 meter persis di tempat Bung Karno membacakan teks Proklamasi dulu.

Terdapat pula patung dwitunggal proklamator, Soekarno - Hatta yang dibangun pada tahun 1980-an. Sementara lapangan yang mengelilinginya kini berfungsi sebagai taman publik untuk beristirahat atau berolahraga.

Taman Proklamator saat ini dikelola oleh Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) DKI Jakarta. Pengelolaannya ditempatkan bersama koordinasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Monumen Nasional (Monas). Salah satu tujuannya tentu agar Tugu Proklamator menjadi aset historis, budaya, dan pariwisata bisa dijadikan satu paket dengan Monas dalam mendatangkan para pengunjung.

Namun sayangnya, nasib kedua tugu tersebut sangat jauh berbeda. Jika Monas selalu diramaikan oleh pengunjung dari dalam maupun luar Jakarta serta dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti air mancur, lampu penerangan dan lainnya, Taman Proklamasi justru sebaliknya.

"Pengunjung sepi sekali, ramainya momen-momen tertentu saja. Misalnya mendekati hari Kemerdekaan saja," ujar salah satu petugas Pengamanan Dalam (Pamdal), Agus Supriyatna.

Agus mengungkapkan ada beberapa kendala yang membuat pemeliharaan Tugu Proklamasi tidak maksimal. Seperti minimnya dana operasional di tingkat DKI Jakarta, sehingga monumen kurang bersolek yang akhirnya membuat masyarakat enggan berkunjung.

Dua hari sebelum perayaan Kemerdekaan, tepatnya pada Senin (15/8), dengan inisiatif petugas Pamdal, mereka bergotong royong membersihkan kawasan sakral tersebut menggunakan dana bantuan dari masyarakat sekitar. Ada yang mengecet tugu hingga menyikat lantai yang mulai kotor dan kumuh.

"Kita patungan beli cet ditambah dana dari masyarakat sekitar, yang melakukan bersih-bersih juga dari anggota Pamdal. Ya sedih saja sih melihatnya, lokasi ini kan sangat bersejarah dimana kemerdekaan Indonesia diumumkan disini tapi malah kurang perhatian dari pemerintah.

Mungkin kalau dilengkapi fasilitas-fasilitas seperti lampu sorot yang dari bawah atau audio untuk pemutar suara asli Soekarno saat membacakan proklamasi pasti akan sangat bagus," ungkap Agus.

Salah satu pengunjung, Lastri, 16 tahun, pun sangat menyayangkan dengan kondisi Taman Proklamasi saat ini. Menurut dia, suasana lokasi pembacaan teks proklamasi ini sama dengan taman pada umumnya, hanya saja dilengkapi dilengkapi dengan patung dan tugu.

"Suasana pembacaan teks proklamasi yang diajarkan dalam sekolah, enggak terasa disini. Padahal 72 tahun lalu ratusan orang berkumpul disini dan bersorak saat proklamasi dibacakan. Tapi sekarang sepi, hening kaya taman-taman pada umumnya," terang Lastri.

Akhirnya, Taman Proklamasi memang lebih bermanfaat bagi penduduk sekitar sebagai tempat bermain dan berolahraga. Jauh dari kata peninggalan tempat bersejarah yang sakral.anissa ibrahim/P-5

Baca Juga: