Akhir abad ke-6 SM, bangsa Roma menggulingkan belenggu monarki dan menciptakan pemerintahan republik kuat dengan kekuasaan meliputi seluruh Mediterania. Sistem ini mampu bertahan selama lima abad, sebelum hancur karena perang saudara.
ebelum penggulingan raja terakhir, Tarquinius Superbus atau Tarquin the Proud, pada tahun 510 SM, sejarah Romawi terperosok dalam cerita tentang keberanian dan perang. Pada era republik, pemerintahan berlangsung stabil dengan terjadinya pembagian kekuasaan pada lembaga-lembaga yang dibentuk.
Sejarah Republik Romawi dimulai setelah akhir masa kekuasaan Lucius Tarquinius Superbus (Tarquin). Ia memerintah dari 535 SM sampai terjadi pemberontakan pada 509 SM. Kaisar bagian dari Dinasti Etruska ini jatuh karena menghadapi konflik eksternal di samping internal.
Pada masa kekaisaran, kehidupan selama berabad-abad hingga ke-5 SM dihabiskan untuk berjuang bukan berkembang. Dari 510 SM hingga 275 SM, negara ini bergulat dengan sejumlah masalah politik internal mulai dari Pertempuran Regallus (496 SM), di mana bangsa Roma menang atas orang Latin, hingga Perang Pyrrhic (280-275 SM) melawan Pyrrhus dari Epirus.
Melalui ekspansi ini, struktur sosial dan politik republik secara bertahap berkembang. Dari awal yang sederhana ini, bangsa Roma berkembang menjadi dengan pemerintahan yang mendominasi wilayah dari Laut Utara ke selatan melalui Gaul dan Germania, ke barat ke Hispania, dan ke timur ke Yunani, Suriah, serta Afrika Utara.
Laut Tengah atau Mediterania yang besar menjadi wilayah maritim Romawi.Wilayah-wilayah ini tetap berada di bawah kendali kekuasaan Romawi dan hal itu berlangsung di seluruh republik dan hingga tahun-tahun pembentukan Kekaisaran Romawi.
Sebelum bisa menjadi kekuatan militer yang dominan, bangsa Romawi harus memiliki pemerintahan yang stabil, dan sangat penting untuk menghindari kemungkinan satu individu merebut kendali. Pada akhirnya mereka akan menciptakan sistem yang menunjukkan keseimbangan kekuatan yang sebenarnya.
Pembagian Pemerintahan
Setelah kejatuhan monarki, awalnya republik jatuh di bawah kendali keluarga besar bangsawan. Hanya keluarga besar ini yang bisa memegang jabatan politik atau agama. Warga negara biasa atau plebian yang tersisa tidak memiliki otoritas politik meskipun banyak dari mereka sekaya bangsawan.
Namun, yang membuat para bangsawan cemas, pengaturan ini tidak dapat dan tidak akan bertahan lama. Ketegangan antara kedua kelas terus meningkat, terutama karena penduduk kota yang lebih miskin menyediakan sebagian besar tentara.
Mereka bertanya pada diri sendiri mengapa mereka harus berperang jika semua keuntungan diberikan kepada orang kaya. Akhirnya pada 494 SM, kaum plebian melakukan pemogokan, berkumpul di luar kota, menolak untuk bekerja sampai mereka diberikan perwakilan.
Pemogokan itu adalah Konflik Perintah yang terkenal atau Suksesi Pertama Pleb. Pemogokan berhasil dan kaum plebian akan diberi hadiah dengan majelis mereka sendiri yaitu Concilium Plebis atau Dewan Plebs.
Perwakilan ini memberi kesempatan warga (tidak termasuk perempuan), memiliki suara tentang bagaimana bangsa mereka diperintah. Melalui pemberontakan, kaum plebian telah memasuki sistem dimana kekuasaan terletak pada sejumlah hakim (cursus honorum) dan berbagai majelis.
Kekuasaan eksekutif atau imperium ini berada di dua konsul. Dipilih oleh comitia centuriata, seorang konsul memerintah hanya dalam periode satu tahun, yang memiliki tugas memimpin Senat, mengusulkan undang-undang, dan memimpin pasukan.
Uniknya, masing-masing konsul bisa memveto keputusan satu sama lain. Setelah masa jabatannya selesai, ia bisa menjadi pro-konsul, yang mengatur salah satu dari banyak wilayah republik, yang merupakan penunjukan yang bisa membuatnya cukup kaya.
Romawi era republik memiliki beberapa hakim. Ada beberapa hakim yang lebih rendah, seorang praetor (satu-satunya pejabat lain dengan kekuasaan imperium) yang menjabat sebagai petugas peradilan dengan yurisdiksi sipil dan provinsi.
Lainnya seorang quaestor yang berfungsi sebagai administrator keuangan, dan aedile yang mengawasi pemeliharaan kota seperti jalan, air dan persediaan makanan, serta permainan dan festival tahunan. Terakhir, ada posisi censor yang sangat didambakan, dengan masa jabatan 18 bulan.
Proses pemilihannya censor terjadi setiap lima tahun. Tugasnya mencatat sensus, meninjau daftar warga dan properti mereka. Dia bahkan bisa memecat anggota senat karena perilaku yang tidak pantas.
Satu posisi terakhir jabatan unik dengan nama diktator. Diktator diberi wewenang penuh dan hanya disebutkan namanya pada saat darurat, biasanya hanya melayani selama enam bulan. Yang paling terkenal, tentu saja, adalah Julius Caesar, yang dinobatkan sebagai diktator seumur hidup.
Selain hakim dan pejabat ada juga sejumlah majelis. Majelis ini adalah suara rakyat (hanya warga negara laki-laki), sehingga memungkinkan pendapat beberapa orang didengar. Yang terpenting dari semua majelis adalah Senat Romawi (sisa monarki lama).
Meskipun tidak dibayar, senator menjabat seumur hidup kecuali mereka dihapus oleh censor untuk pelanggaran publik atau pribadi. Meskipun badan ini tidak memiliki kekuasaan legislatif yang sebenarnya, yang hanya berfungsi sebagai penasehat konsul dan kemudian kaisar, mereka masih memegang otoritas yang cukup besar.
Mereka dapat mengusulkan undang-undang serta mengawasi kebijakan luar negeri, administrasi sipil, dan keuangan. Namun, kekuasaan untuk membuat undang-undang diberikan kepada sejumlah majelis rakyat. Semua proposal Senat harus disetujui oleh salah satu dari dua majelis popular dengan nama comitia centuriata.
Comitia centuriata tidak hanya memberlakukan undang-undang tetapi juga memilih konsul dan menyatakan perang, sedangkan concilium plebis menyampaikan keinginan rakyat jelata melalui tribun terpilih mereka. Majelis ini dibagi menjadi blok dan masing-masing blok ini dipilih sebagai satu kesatuan. Selain dua badan legislatif utama ini, ada juga sejumlah majelis suku yang lebih kecil. hay/I-1
Jatuh Karena Konflik Internal
Pada masa pemerintahan republik, Romawi dapat memperluas kekuasaannya hingga seluruh Laut Tengah. Sayangnya, terlepas meluasnya kekuasaan republik, menurut sejarawan Tom Holland dalam buku sejarah populer berjudul Rubicon: The Triumph and Tragedy of the Roman Republic (2003), menulis bahwa sistem itu selalu berada di ambang kehancuran politik.
Ekonomi agraris yang ada tidak akan berhasil ditransfer dan hanya semakin memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin. Romawi adalah tempat perlindungan bagi banyak orang yang meninggalkan kota-kota dan pertanian di sekitarnya untuk mencari cara hidup yang lebih baik.
Namun, janji pekerjaan yang tidak terpenuhi memaksa banyak orang untuk tinggal di bagian kota yang lebih miskin. Pekerjaan yang mereka cari sering kali tidak ada, yang mengakibatkan meningkatnya penduduk yang tunawisma.
Sementara banyak warga yang lebih kaya tinggal di Bukit Palatine, yang lain tinggal di apartemen bobrok yang penuh sesak dan sangat berbahaya. Mereka banyak yang terus-menerus hidup dalam ketakutan akan kebakaran dan keruntuhan.
Meskipun lantai bawah bangunan ini berisi toko-toko dan perumahan yang lebih layak, lantai atas adalah untuk penduduk yang lebih miskin; tidak ada akses cahaya alami, tidak ada air mengalir, dan tidak ada toilet. Jalan-jalan kurang penerangan dan karena tidak ada polisi, kejahatan merajalela.
Sampah, bahkan kotoran manusia, secara rutin dibuang ke jalan-jalan, tidak hanya menimbulkan bau busuk tetapi juga menjadi tempat berkembang biaknya penyakit. Semua ini menambah jumlah orang-orang yang tidak puas.
Perjuangan yang terus berlanjut antara yang kaya dan yang miskin ini akan tetap ada sampai akhirnya Republik runtuh. Namun, ada pihak yang berkuasa yang berusaha mencari solusi dari permasalahan yang ada. Pada abad ke-2 SM, dua bersaudara Gracchus yaitu Tiberius Gracchus dan Gaius Gracchus, mencoba membuat perubahan yang diperlukan tetapi gagal.
Di antara sejumlah usulan reformasi, Tiberius Gracchus menyarankan untuk memberikan tanah kepada para penganggur dan petani kecil. Tentu saja, senat, yang banyak di antaranya adalah pemilik tanah besar, sangat keberatan. Bahkan lembaga concilium plebis yang merupakan perwakilan dari rakyat miskin menolaknya.
Meski usulnya akhirnya menjadi undang-undang, namun tidak bisa dilaksanakan. Kerusuhan segera menyusul. Sebanyak 300 orang tewas termasuk Tiberius. Nasib serupa menimpa saudaranya, Gaius, yang mendukung gagasan pembagian tanah serta mengusulkan pemberian kewarganegaraan kepada semua sekutu Romawi.
Seperti kakak laki-lakinya, proposal Gaius mendapat perlawanan yang cukup besar. Ketika 3.000 pendukungnya terbunuh, dia memilih bunuh diri.
Kegagalan Gracchus bersaudara untuk mencapai keseimbangan di Romawi kemudian menjadi salah satu dari sejumlah indikator bahwa Republik pasti akan jatuh.
Tidak seperti Kekaisaran, Republik tidak pernah runtuh karena ancaman eksternal. Bahkan peramal Sibylline menyatakan republik jatuh karena perpecahan yang terjadi di dalam. Ini terjadi karena tidak mampu menyesuaikan diri dengan dinamika yang berkembang.
Salah satu ancaman internal datang dari sekutu Romawi. Mereka menuntut kewarganegaraan karena telah berjasa dalam perang Perang Sosial abad ke-1 SM (90-88 SM).
Selama bertahun-tahun sekutu Romawi telah membayar upeti dan menyediakan tentara untuk perang tetapi tidak dianggap sebagai warga negara. hay/I-1