Kode Ur-Nammu (The Code of Ur-Nammu) yang berlaku pada 2100-2050 SM ditulis oleh raja Sumeria Ur-Nammu yang memerintah 2047-2030 SM. Ia merupakan anak dari Shulgi dari Ur yang memerintah 2029-1982 SM.

Kode Ur-Nammu (The Code of Ur-Nammu) yang berlaku pada 2100-2050 SM ditulis oleh raja Sumeria Ur-Nammu yang memerintah 2047-2030 SM. Ia merupakan anak dari Shulgi dari Ur yang memerintah 2029-1982 SM.

Sebelum Dinasti Ur muncul, Mesopotamia pernah diperintah oleh Kekaisaran Akkadia yang didirikan oleh Sargon dari Akkad yang hidup antara 2334-2279 SM. Sampai 2083 SM ketika kombinasi perubahan iklim membawa kekeringan dan kelaparan, dan invasi Gutian dari Asia barat menggulingkan Dinasti Sargonid.

Bangsa Gutia dari wilayah Iran saat ini kemudian menampilkan diri mereka sebagai penerus Sargonid. Menurut catatan Sumeria, bangsa itu tidak memiliki keterampilan administratif dan kohesi religius yang memungkinkan Sargon dan penerusnya memerintah dengan sangat efisien.

Meskipun Kerajaan Sargon telah mempertahankan ketertiban selama berabad-abad, ia tidak pernah sepenuhnya dianut oleh rakyatnya. Mereka secara berkala melakukan pemberontakan. Pada 2083 orang Gutian mampu mengeksploitasi kelemahan kekaisaran itu.

Cendekiawan Paul Kriwaczek dalam bukuBabylon: Mesopotamia and the Rise of Civilization(St. Martin's Griffin - 2012) menyatakan. "(Menurut catatan Sumeria) Gutia tidak pernah dimaafkan karena tidak seperti orang lain ia berpura-pura mengendalikan Mesopotamia dan tidak tertarik untuk mengambil tongkat peradaban dan meneruskannya," tulisan dia.

"Para penulis sejarah terus mengingatkan kita bahwa mereka adalah 'orang-orang yang tidak bahagia, tidak tahu bagaimana menghormati dewa, tidak tahu tentang praktik keagamaan yang benar.' Hanya masalah waktu sebelum kepercayaan yang bangkit kembali dari kota-kota selatan mengarah pada upaya bersama untuk mengusir mereka," imbuh dia.

Saatnya tiba pada masa pemerintahan Utu-Hegal dari Uruk antara 2055-2047 SM. Ia memimpin pemberontakan melawan Gutian dengan cara menolak untuk bernegosiasi. Ia berhasil mengalahkan mereka setidaknya dalam satu pertempuran besar.

Setelah kemenangan ini, dia meninggal karena tenggelam ke dalam air, menurut satu catatan, saat mengawasi pembangunan bendungan. Perang dengan orang-orang Gutia, serta kekuasaan kerajaan, kemudian diteruskan ke Kota Ur dan gubernurnya, Ur-Nammu, menantu Utu-Hegal.

Ur-Nammu melanjutkan perang dengan bangsa Gutian dan merebut kembali kota-kota besar, termasuk kota besar Eridu, sambil mencurahkan upaya untuk membangun kembali dan merenovasi kuil dan pusat perdagangan yang rusak akibat perang. Dengan menjadi raja, ia mendirikan dinasti ketiga Ur di Sumeria, juga dirujuk sebagai periode Ur III antara 2047-1750 SM yang disebut sebagai Renaisans Sumeria.

Ur-Nammu menjadikan dirinya sebagai penerus Sargonid yang sebenarnya. Ia merevitalisasi tanah melalui kebijakannya yang mencakup taman umum, kebun beririgasi, dan kebun di dalam dan sekitar kota, dan perlindungan seni. Dia memulihkan ekonomi Sumeria atau, setidaknya, memperbaikinya dengan menawarkan pekerjaan kepada siapa saja yang menginginkan atau membutuhkannya.

Sarjana Marc van de Mieroop berkomentar: "Karena kekayaan negara yang begitu besar, antara lain ladang, daerah penangkapan ikan, bengkel-bengkel manufaktur, dan sebagainya, maka kebutuhan akan tenaga kerja sangat tinggi. Dinasti Ur III bukanlah rezim totaliter yang penduduknya sepenuhnya tunduk pada birokrasi, sehingga tenaga kerja harus direkrut dengan menawarkan kompensasi yang memadai," tulis dia. hay/I-1

Baca Juga: