Invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina nyatanya berimbas terhadap hubungan Moskow dengan Amerika Serikat (AS) yang merenggang. Namun, keduanya ternyata masih bekerja sama pada operasional stasiun luar angkasa (ISS).

Pejabat tinggi operasi luar angkasa NASA memastikan kerja sama keduanya terkait ISS tidak terganggu. Menurutnya, pengoperasian ISS masih seperti biasa dilakukan oleh Rusia dan mitra badan lainnya.

"Kami memahami situasi global ini, namun sebagai tim gabungan, tim ini beroperasi bersama," kata administrator NASA untuk operasi antariksa Kathy Lueders, dikutip dari Space, Jumat (11/3).

"Itu berarti kami selalu mencari bagaimana kami mendapatkan lebih banyak fleksibilitas operasi (dengan) penyedia kargo kami dan mencari cara menambahkan kemampuan yang berbeda," lanjutnya.

Akibat invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina, sejumlah negara termasuk AS turut memberikan sanksi kepada Moskow. Program luar angkasa menjadi salah satu yang terpengaruh dari kebijakan tersebut. Bahkan, Presiden AS Joe Biden menyampaikan akan menurunkan program luar angkasa Rusia.

Di sisi lain, Rusia juga mulai menarik diri dari sejumlah proyek antariksa koalisi internasional. Salah satunya Soyuz Arianespace Eropa yang meluncurkan satelit dari Guayan Prancis.

Lueders juga menjelaskan, sejauh ini situasi kerja di ISS tidak berubah atau masih sama sebelum Rusia melakukan penyerangan ke Ukraina. Ia juga menegaskan, Rusia tidak terindikasi tak berkomitmen dengan operasional yang terjadi di ISS.

"Kita tidak mendapatkan indikasi pada tingkat kerja jika rekan-rekan kita tidak berkomitmen untuk operasi yang sedang berlangsung di Stasiun Luar Angkasa Internasional," ujarnya.

Hal tersebut disampaikan Lueders setelah Kepala Roscosmos Dimitry Rogozin menuding AS yang berusaha menghancurkan kemitraan AS. Bahkan, ia juga mengancam akan membuat ISS melakukan deorbit secara alami sebagai tanggapan.

Sebagai informasi, Rusia mulai melancarkan invasi terhadap Ukraina sejak 24 Februari lalu. Aksi tersebut memicu berbagai reaksi dari sejumlah negara-negara di Eropa.

Kini, Rusia kembali mengumumkan gencatan senjata kemanusiaan dengan Ukraina, Rabu pagi (9/3). Ini untuk melakukan evakuasi terhadap penduduk sipil di Ukraina.

"Mulai pukul 10.00 MSK (14.00) pada 9 Maret 2022, Federasi Rusia mendeklarasikan 'rezim diam' dan siap menyediakan koridor kemanusiaan," kata perwakilan Kementerian Pertahanan Rusia, dikutip dari AFP, Rabu (9/3).

Rusia juga mengusulkan untuk menyetujui rute dan waktu mulai koridor kemanusiaan dengan Ukraina sebelum pukul 03.00 MSK (07.00 WIB).

Sebelumnya, evakuasi warga sipil tejadi pada Selasa pagi (8/3) di Kota Sumy. Selain itu, evakuasi juga dilakukan di ibu kota Kiev.

Sementara, upaya evakuasi dari kota pelabuhan Mariupol gagal. Kedua negara saling menyalahkan atas kegagalan tersebut.

Kabar terbaru, Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi atau United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Filippo Grandi menyampaikan, jumlah pengungsi dari Ukraina saat ini tercatat mencapai 2,5 juta jiwa. Dari jumlah tersebut mayoritas pengungsi merupakan perempuan, anak-anak, dan lansia.

"Jumlah pengungsi dari Ukraina tragisnya telah mencapai 2,5 juta hari ini. Kami juga memperkirakan bahwa sekitar dua juta orang mengungsi di dalam Ukraina. Jutaan orang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena perang yang tidak masuk akal ini," kata Grandi melalui akun Twitter-nya, dikutip Jumat (11/3).

Grandi menjelaskan, mayoritas pengungsi telah bergerak ke Polandia, Moldova, dan negara-negara tetangga. Adapun pengungsi yang pergi ke wilayah yang terdapat keluarga atau kerabat mereka.

Baca Juga: