Pengembangan industri TIK terkendala kualitas SDM dan regulasi yang kurang mendukung iklim investasi.

JAKARTA - Indonesia perlu mengakhiri kebergantungan impor perangkat teknologi dan alat komunikasi yang total defisitnya mencapai 30 triliun rupiah. Kondisi ini menjadi perhatian pemerintah baru-baru ini.

Peneliti Ekonomi Celios, Nailul Huda, mengatakan masalah utama Indonesia adalah tidak membangun industri utama dari sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Tidak ada industri TIK dasar yang dibangun seperti cip semikonduktor hingga produk high-tech lainnya.

"Jangankan sama Tiongkok, sama Malaysia pun kita kalah jauh. Ekspor produk high-tech Malaysia mencapai 50 persen lebih. Indonesia masih di angka 7 persen," tegasnya ketika dihubungi Koran Jakarta, Kamis (9/5).

Huda mengatakan masalah sumber daya manusia (SDM) hingga insentif fiskal yang tidak ramah investor menjadi penyebabnya. Human capital Index Indonesia termasuk yang terendah, skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia jauh di bawah Malaysia, akhirnya Global Innovation Index Indonesia di bawah Malaysia.

"Jadi hal yang tidak mengagetkan ketika impor barang high-tech Indonesia tinggi. Ekosistem dan Industri-nya saja tidak ada, bagaimana mau produksi high-tech product," tandasnya.

Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti mengatakan nilai perdagangan ekspor elektronik cukup berkontribusi besar namun memang komponen bahan baku masih banyak impor. Karena itu, kalau mau mengurangi defisit perdagangan maka harus membuat ekosistem industri elektronik lebih berkembang.

"Artinya, membangun dan menarik investor untuk mengisi puzzle-puzzle mana yang masih kosong dari rantai pasok industri elektronik baik dari hulu sampai hilir," ungkap Esther.

Dia menekankan agar ekosistem terbangun baik maka harus mempertimbangkan permintaan, suplai bahan baku/bahan input, dan dukungan industri baik intermediate maupun pendukung.

Selain itu, lanjutnya, dibutuhkan regulasi yang kondusif dan infrastruktur yang mendukung sehingga produk elektronik Indonesia berdaya saing tinggi.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyayangkan perangkat teknologi dan alat komunikasi di Indonesia masih didominasi impor. Total defisitnya, ungkap Jokowi, mencapai lebih dari 30 triliun rupiah.

"Sayangnya, perangkat teknologi dan alat komunikasi yang kita pakai masih didominasi barang-barang impor, dan nilai defisit perdagangan sektor ini hampir 2,1 miliar dollar AS, lebih dari 30 triliun rupiah," kata Jokowi saat meresmikan Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi atau Indonesia Digital Test House (IDTH) di Jalan Raya Tapos, Kota Depok, Jawa Barat, Selasa (7/5/).

Didominasi Impor

Jokowi mengatakan permohonan uji perangkat juga masih didominasi impor. Dia juga menuturkan soal jumlah supplier perangkat untuk perusahaan Apple yang hanya ada dua di Indonesia, sementara di negara Asean lainnya mencapai belasan bahkan puluhan.

"Dari RRT (Tiongkok) ada 3.046 perangkat, sedangkan yang dari Indonesia hanya 632 perangkat, sangat jauh sekali. Dan dari pertemuan tadi, saya memperoleh laporan bahwa misalnya untuk perangkat dari Apple dari 320 supplier perangkat Apple di dunia. Supplier dari Indonesia yang ke sana hanya dua, hanya dua supplier. Sedangkan supplier dari Filipina ada 17, dari Malaysia 19 supplier, dari Thailand 24 supplier, dari Vietnam 72 supplier" papar dia.

Kondisi tersebut, paparnya, memprihatinkan. Dia mengingatkan bahwa itu adalah pekerjaan besar yang harus dikejar.

Baca Juga: