» Konsumsi pangan masyarakat secara perlahan harus dialihkan ke berbagai alternatif sumber pangan lokal.

» Pemerintah seharusnya tidak membuka lagi izin impor dan memberi kesempatan pangan lokal tumbuh dan berkembang.

JAKARTA - Indonesia harus bisa mengatasi food loss atau pemborosan bahan makanan sebagai salah satu syarat untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Dwijono Hadi Darwanto, mengatakan jika Indonesia bisa mengatasi food loss di tingkat produsen maka tidak perlu lagi mengimpor pangan.

Hal itu mengacu pada data Badan Pusat Statistik yang menunjukkan food loss di tingkat produsen atau petani padi mencapai sekitar 1,8 juta ton setiap tahun, sedangkan angka impor beras nasional setahun berkisar 1,5-2,5 juta ton.

"Kalaupun impor, kita hanya mengimpor untuk 'iron stock' atau cadangan bencana yang tidak terlalu besar," kata Dwijono saat dihubungi Koran Jakarta, Selasa (1/8).

Menurut Dwijono, untuk menyelesaikan masalah food loss di level produsen diperlukan pendekatan budaya dan teknologi yang disesuaikan dengan karakter petani nasional. Ada variebal penting yakni mesin perontok yang biasa dipakai petani hanya bisa merontokkan padi pada tingkat kekeringan yang mendekati 13 persen kadar air.

Jika perontokan pada kadar air yang lebih besar dari 13 persen tentu banyak butir padi yang hancur atau rusak saat perontokan.

"Kami di kampus pernah melakukan dengan memasang terpal saat perontokan padi agar tidak banyak yang tercecer atau kita menggunakan mesin perontok yang kita punya teknologinya. Tetapi, kan juga tergantung pada tingkat kekeringan padinya. Jadi perlu pendekatan budaya, dengan kebiasaan, tapi juga teknologi budi dayanya," papar Dwijono.

Sementara itu, food loss dan waste di level konsumen juga sangat tinggi. Masyarakat Indonesia terbiasa boros pangan sejak dini. Anak-anak sering dibiarkan tidak menghabiskan makannya.

Sebetulnya kebiasaan tidak boros pangan harus dimulai sejak dini atau tingkat anak-anak dengan membiasakan mereka mengonsumsi habis makanan.

Pangan Lokal

Sementara itu, peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, penghematan konsumsi pangan bisa dilakukan secara bijak terutama dari kalangan masyarakat menengah atas.

Selain itu, dia juga mendorong agar konsumsi pangan masyarakat perlahan juga dialihkan ke berbagai alternatif sumber pangan lokal. "Pemerintah harus gencarkan sosialisasi, edukasi, dan regulasi penggunaan pangan lokal," tegasnya.

Gerakan konsumsi pangan lokal, katanya, harus dimulai dari pemerintah. "Pangan yang dikonsumsi selama kegiatan pemerintah harus pangan lokal," tandasnya.

Diminta terpisah, pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI), Eugenia Mardanugraha, meminta pemerintah untuk lebih gencar lagi mengajak masyarakat untuk kurang konsumsi beras.

"Itu penting menghadapi El Nino, sehingga pemerintah juga bisa menghemat devisa untuk tidak menambah impor beras," kata Eugenia.

Selain untuk berhemat, kebanyakan mengonsumsi karbohidrat juga membuat masyarakat kurang sehat, karena itu perlu diimbangi dengan meningkatkan konsumsi protein dan nutrisi lainnya.

Di samping kurangi konsumsi, dia juga mendorong pemerintah untuk tetap meningkatkan produksi pangan di dalam negeri agar impor secara bertahap bisa dikurangi.

"Kita ingin semua pangan itu jangan ada yang diimpor. Pemerintah harusnya jangan kasih lagi izin impor dan memberi kesempatan pangan lokal bertumbuh dan berkembang," tandasnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA), Arief Prasetyo Adi, mengajak masyarakat untuk berbelanja secara bijak dan setop boros pangan sebagai salah satu upaya mengantisipasi dampak El Nino.

"Masyarakat perlu memahami pentingnya kita bersama-sama mengurangi food loss and waste ini, terutama untuk mengantisipasi dampak El Nino yang bisa berpengaruh terhadap penurunan produksi pangan," kata Arief.

Menurut dia, yang bisa dilakukan bersama salah satunya adalah mulai melaksanakan aksi setop boros pangan dan belanja bijak.

Setop boros pangan, lanjutnya, dapat diterapkan dengan benar-benar mengonsumsi makanan sampai habis tak bersisa.

Sementara belanja bijak dapat diaplikasikan dengan membeli keperluan pangan sesuai kebutuhan dan tidak perlu panik membeli yang memicu kelangkaan pasokan dan lonjakan harga.

Baca Juga: