JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), pada Senin (2/1) mengumumkan, Indonesia telah menyetujui rencana pertama pengembangan ladang gas lepas Pantai Tuna dengan perkiraan total investasi sebesar 3,07 miliar dollar AS hingga dimulainya produksi.

"Ladang gas Tuna, yang terletak di Laut Tiongkok Selatan (LTS) antara Indonesia dan Vietnam, diperkirakan akan mencapai produksi puncak 115 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) pada tahun 2027," kata juru bicara SKK Migas, Mohammad Kemal.

Dilansir oleh Voice of America, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif sebelumnya mengatakan, gas alam dari ladang Tuna, yang dioperasikan oleh unit lokal perusahaan Inggris Harbour Energy, diperkirakan akan diekspor ke Vietnam mulai 2026.

Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto pada Senin mengatakan selain manfaat ekonomi, pengembangan proyek itu akan menegaskan hak maritim Indonesia. "Akan ada aktivitas Indonesia di kawasan perbatasan yang merupakan salah satu hot spot geopolitik dunia itu," kata Dwi dalam keterangannya.

"Angkatan Laut Indonesia juga akan ikut mengamankan proyek hulu migas itu sehingga secara ekonomi dan politik menjadi penegasan kedaulatan Indonesia," ujarnya.

Tumpang Tindih

Aktivitas energi di Laut Tiongkok Selatan dalam beberapa dekade terakhir terkekang oleh klaim tumpang tindih negara-negara di kawasan itu. Kegiatan eksplorasi gas yang dilangsungkan Vietnam, Malaysia, dan Filipina di zona ekonomi eksklusif mereka, contohnya sering diganggu oleh kapal-kapal penjaga pantai atau pengawas Tiongkok.

Tiongkok mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh wilayah Laut Tiongkok Selatan dengan merujuk pada peta sejarahnya sendiri. Negara itu mengatakan keputusan pengadilan arbitrase internasional yang menolak klaim Beijing itu pada 2016 tidak memiliki dasar hukum.

Pada 2021, Tiongkok meminta Indonesia agar menghentikan pengeboran minyak dan gas alam di wilayah maritim yang dianggap kedua negara sebagai milik mereka.

Baca Juga: