» Tercatat hanya 20 negara yang bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah, sedangkan 190 negara sulit lolos.
» Jika tidak mengubah fundamental ekonomi maka pada 2037, ekonomi RI akan disalip Filipina dan oleh Vietnam pada 2043.
JAKARTA - Indonesia dinilai semakin sulit untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap) di usia emas pada 2045 mendatang. Makin sulitnya RI keluar dari jebakan tersebut karena perekonomian kembali berkontraksi akibat pendemi Covid-19.
Ketua Dewan Direksi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Djisman Simandjutak, dalam diskusi bertajuk "Transformasi Ekonomi Menuju 2045" yang digelar lembaga tersebut di Jakarta, Rabu (4/8), mengatakan untuk naik level menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2045, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia harus tumbuh 4,8 persen per tahun hingga 2045.
"Artinya, selama 24 tahun ini ke depan, setiap tahun income per kapita rata-rata tumbuh 4,8 persen. Jika tidak, harapan menjadi high income country tidak bisa tercapai," tegas Djisman.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Bambang Brodjonegoro, mengatakan jangan sampai harapan menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2045 hanya mimpi seperti yang dialami negeri tetangga, Malaysia.
"Dulu Mahathir Mohamad, saat jadi Perdana Menteri Malaysia tahun 1990- an menargetkan tahun 2020 lalu, Malaysia sudah menjadi negara maju, tetapi faktanya saat ini tidak tercapai. Jangan sampai RI seperti itu," tegas Bambang.
Untuk itu, dia menyarankan pemerintah agar mengikuti transformasi ekonomi yang dilakukan oleh Cile dan Korea Selatan. Kedua negara itu sukses keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.
Cile, jelasnya, adalah satu-satunya negara di Amerika Latin yang bisa keluar dari jebakan tersebut dan mengalahkan negara besar lainnya, seperti Brasil di kawasan itu. Cile sebelumnya hanya mengandalkan ekonominya dari ekspor tembaga dalam bentuk komoditas, tetapi kemudian diubah dengan hanya mengekspor yang telah diolah, sehingga membuat pertumbuhan ekonominya tinggi.
Teknologi dan Inovasi
Di Asia, papar Bambang, Korea Selatan merupakan negara berpendapatan tinggi karena teknologinya yang maju. Mereka tidak punya sumber daya alam sehingga mengandalkan teknologi dan inovasi.
Indonesia, katanya, punya keunggulan di sumber daya alam, namun perlu ditingkatkan agar memiliki nilai tambah. Sebab itu, ke depan, sebaiknya tidak mengekspor barang mentah. "Kita bisa kombinasikan model ekonomi di Cile dan Korea Selatan dengan inovation based economy," papar Bambang.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanan Pembangunan Nasional/Bappenas, Amalia Adininggar, mengatakan agar bisa naik level ke negara berpendapatan tinggi pada 2045, RI tidak bisa hanya mengandalkan pertumbuhan ekonomi 5 persen per tahun, tetapi harus 6 persen.
Dalam hitungan awal sebelum pandemi, RI bakal bisa menjadi negara berpendapatan tinggi apabila konsisten dengan pertumbuhan ekonomi 5 persen. Namun akibat pandemi, itu sudah tidak bisa tercapai bahkan tanpa melakukan perubahan ekonomi yang fundamental dampak pandemi akan menjadi permanen.
"Jika kita tidak melakukan perubahan ekonomi yang fundamental maka pada tahun 2037, ekonomi kita akan disalip Filipina dan Vietnam pada tahun 2043. Negara-negara tersebut dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhannya selalu 6 persen," tegas Amalia.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, yang turut hadir, mengatakan pemerintah harus melakukan redesain transformasi ekonomi. Jika tidak, RI akan terjebak dalam status middle income country pada 2045. Indonesia akan sama dengan ratusan negara lainnya yang sulit ke luar dari jebakan status negara berpenghasilan menengah.
Hingga saat ini, kata Menkeu, tercatat hanya 20 negara yang bisa ke luar dari jebakan itu, sedangkan 190 negara sulit lolos.
"Indonesia perlu belajar dari kondisi ini. Sumber daya manusia (SDM) berkualitas menjadi kunci dari ini, dan meningkatkan produktivitas serta inovasi agar bisa naik menjadi negara berpendapat tinggi," kata Menkeu.
Dia pun mengakui kondisi pandemi saat ini membuat upaya untuk mengakselerasi perekonomian lebih sulit karena ekonomi berjalan lebih lambat.