Masyarakat Indonesia harus mewaspadai virus Nipah yang berpotensi pandemi dan penyebarannya berasal dari hewan liar seperti kelelawar.

JAKARTA - Epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman, mengatakan Indonesia harus mewaspadai virus nipah yang saat ini sedang merebak di India. Virus Nipah merupakan virus zoonosis dan Indonesia berada di hotspot lahirnya penyakit baru yang berasal dari hewan.

"Kita ini hidup di lokasi red zone atau hotspot untuk ditemukan, lahirnya penyakit baru. Indonesia ini negara kaya alam liar, satwa liar. 75 persen penyakit berpotensi wabah atau pandemi itu berasal dari hewan liar," ujar Dicky, dalam sesi wawancara di Jakarta, Rabu (20/9).

Dia mengatakan, virus nipah masuk dalam daftar WHO sebagai penyakit berpotensi pandemi. Saat ini belum ada vaksin atau terapi yang sesuai untuk penyakit tersebut. "Belum ada vaksin dan terapi yang berlisensi. Juli tahun lalu, National Institutes of Health (NIH) Amerika Serikat sudah melakukan riset tentang vaksin nipah virus ini. Itu baru sangat awal fase risetnya," jelasnya.

Sebagai informasi, virus nipah berasal dari kelelawar yang jenisnya banyak ditemui di Indonesia, Asia, dan Australia. Gejalanya mulai dari demam, nyeri otot, sakit kepala, muntah, nyeri tenggorokan, kejang, sampai penurunan kesadaran.

Deteksi Dini

Dicky mengungkapkan, Indonesia perlu meningkatkan surveilans pada deteksi dini. Menurutnya, surveilans yang bisa dilakukan saat ini dengan mendeteksi influenza like illness (ILI), tanpa perlu deteksi dengan laboratorium.

"Di satu peternakan ada peningkatan kasus flu dan beberapa meninggal. Ini harus terdeteksi dari surveilans ini," tandasnya.

Anggota Dewan Pertimbangan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban, mengatakan Indonesia perlu meningkatkan surveilans di peternakan kelelawar dan babi. Untuk itu, prosesnya tidak hanya melibatkan Kementerian Kesehatan, tapi juga kementerian terkait peternakan dan hewan.

Dia menambahkan, untuk diagnosa pada manusia bisa menggunakan RT PCR untuk memeriksa antibodi. Meski sudah memiliki alat tersebut, tapi Indonesia belum memiliki reagen untuk mengoperasikan alat tersebut.

"Untuk manusia hanya perlu waspada, menyiapkan tesnya untuk RT PCR perlu reagen yang khusus yang saat ini tidak tersedia karena tidak pernah dipakai. Kita perlu punya," ucapnya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan, Iman Pambudi, menerangkan penanganan yang bisa dilakukan saat ini terhadap virus Nipah adalah dengan peningkatan antibodi, terutama bagian-bagian vital seperti bagian pernapasan dan jantung. Di sisi lain, masyarakat diminta untuk menghindari kontak dengan proses penyebaran virus Nipah.

"Jadi kita jangan memakan makanan sisa kelelawar. Kalau sudah ada orang yang terinfeksi juga harus menghindari kontak langsung. Virus ini juga bisa menular dari hewan lain seperti babi, kuda, dan sapi," katanya.

Baca Juga: