JAKARTA - Indonesia harus belajar dari sistem pengembangan peternakan dari Swedia agar mengurangi kebergantungan pada impor pangan. Peningkatan breeding dengan indukan kualitas terbaik menjadi salah satu opsi menggenjot produksi ternak nasional.

Cara ini dipandangan efektif meredam impor. Sebab, proyeksi neraca pangan nasional pada 2024 yang disusun Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada komoditas daging sapi dan kerbau, kebutuhan konsumsi nasional mencapai 819 ribu ton. Sementara perkiraan produksi dalam negeri masih di angka 459 ribu ton, sehingga masih diperlukan tambahan pasokan dari pengadaan negara mitra.

Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi menyampaikan perlu dilakukan beberapa langkah strategis dalam peningkatan produksi dan produktivitas peternakan di Indonesia.

"Kita pahami produksi daging sapi dan kerbau yang bersumber dari peternakan dalam negeri, masih belum mencukupi memenuhi kebutuhan konsumsi nasional setahun. Untuk itu, peternakan Tanah Air harus kita dorong dan dukung, dapat berupa dengan peningkatan breeding dengan indukan kualitas terbaik dan bekerjasama untuk transfer of knowledge dan teknologi misalnya dengan peternakan Swedia disini," beber Arief saat bersama Komisi IV DPR RI melakukan kunjungan ke area peternakan dan perkebunan Bona-Munsö di Stockholm, Swedia, pekan ini.

Dijelaskannya, peningkatan kualitas breeding dengan indukan kualitas terbaik, dapat dilakukan dengan mendatangkan indukan yang berasal sari negara dengan iklim tropis menyerupai Indonesia.

"Ini agar indukan tidak sulit saat proses aklimatisasi," paparnya.

Kemudian transfer of knowledge dan tekhnologi dapat diwujudkan dengan kerja sama berskema joint operation/joint venture. Indonesia perlu merangkul berbagai perusahaan peternakan yang dinilai kapabel, Swedia salah satunya.

Swedia sebagai negara dengan sistem peternakan cukup mumpuni, Arief berharap dapat mendorong terbangunnya kerja sama Indonesia dengan Swedia.

Baca Juga: