Ke depan, potensi bursa karbon di Indonesia masih besar mengingat 71,95 persen karbon yang ditawarkan masih belum terjual.

JAKARTA - Indonesia berkontribusi pada Pasar Karbon Sukarela atau Voluntary Carbon Market (VCM) Asia hingga 15 persen atau 31,7 metrik ton setara karbondioksida (CO2e) dengan estimasi nilai transaksi offset karbon sebesar 163 juta dollar AS atau setara 2,52 triliun rupiah (kurs 15.466,35 rupiah/dollar AS). Karena itu, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi penyedia kredit karbon berbasis alam dengan mekanisme offset mencapai 1,3 gigaton CO2e senilai 190 miliar dollar AS atau setara 2,94 triliun rupiah.

"Ini menunjukkan potensi ke depan yang masih luar biasa besar," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam acara High-Level Roundtable on Voluntary Carbon Markets sebagai rangkaian Conference of the Parties (COP) 28 Uni Emirat Arab (UAE), seperti dikutip dari keterangan resmi di Jakarta, Selasa (5/12).

Dari sisi kredit karbon berbasis teknologi, dia mengungkapkan Indonesia mulai memperdagangkan di bursa karbon sejak September 2023. Per 25 Oktober 2023, tercatat sebanyak 464,843 ton CO2e diperdagangkan dengan nilai 69.900 rupiah per unit karbon atau setara dengan 4,43 dollar AS per ton CO2e, yang totalnya mencapai 1,85 juta dollar AS.

Sri Mulyani pun menjelaskan peran penting Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam pengembangan pasar karbon dan berbagai upaya percepatan transisi menuju masa depan yang lebih berkelanjutan. "Kemenkeu memiliki peran penting dalam pengembangan pasar karbon, tak hanya menjadi katalisator dalam pengembangan pasar karbon yang efektif dan efisien, kami juga mendorong investasi rendah karbon dan percepatan transisi menuju masa depan yang lebih berkelanjutan," ujarnya.

Selain itu, kata Bendahara Negara tersebut, Kemenkeu juga terus berupaya meningkatkan mobilisasi dari pasar internasional melalui kebijakan perdagangan karbon lintas batas bersama kementerian lain, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai perdagangan di bursa karbon Indonesia mencapai 30,7 miliar rupiah dengan volume perdagangan 490.716 ton setara karbondioksida (CO2e) sejak diluncurkan perdana pada 26 September 2023 hingga 30 November 2023. Sebagai rinciannya, 30,56 persen di pasar reguler atau senilai 9,38 miliar rupiah, 9,24 persen di pasar negosiasi atau 2,84 miliar rupiah, serta 60,2 persen di pasar lelang atau 18,48 miliar rupiah.

"Ke depan, potensi bursa karbon di Indonesia masih besar mengingat 71,95 persen karbon yang ditawarkan masih belum terjual," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, awal pekan ini.

Awasi Ketat

Meski demikian, Direktur Utama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Heru Kristiyana, memperingatkan penerapan perdagangan bursa karbon perlu diawasi secara ketat. "Hal ini disebabkan adanya tantangan bahwa bursa karbon dapat dijadikan sebagai media green washing akibat carbon offset, yang mana perusahaan seolah-olah menurunkan emisi karbon, meskipun pada kenyataannya masih menyumbang emisi karbon cukup besar," kata dia di Jakarta, beberapa pekan lalu.

Bursa karbon adalah pasar tempat perdagangan izin emisi karbon dan kredit karbon yang dihadirkan sebagai bagian dari upaya global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan mengatasi perubahan iklim. Bursa karbon bertujuan menciptakan insentif bagi perusahaan dan negara guna mengurangi GRK dengan cara menyediakan mekanisme untuk membeli dan menjual izin emisi atau kredit karbon.

Produk yang diperdagangkan di bursa karbon meliputi persetujuan teknis batas atas emisi pelaku usaha dan sertifikasi pengurangan emisi GRK.

Heru menganggap penerapan bursa karbon di Indonesia akan memperkuat upaya pengurangan emisi karbon dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Di sisi lain, dia menyatakan bahwa peran pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan terkait dengan perdagangan karbon perlu menyadari dan memitigasi tantangan yang ada, seperti fenomena greenwashing, melalui regulasi dalam penyelenggaraan bursa karbon.

Baca Juga: