Reformasi struktural yang diusung pemerintah belum mampu optimal mengingat kebergantungan ekonomi Indonesia terhadap komoditas masih besar.

JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diproyeksikan melajut lebih cepat dibandingkan periode sebelumnya karena dipengaruhi lonjakan harga komoditas dunia. Meski demikian, prospek perekonomian Indonesia tahun ini masih dibayangi ketidakpastian global.

Kepala Ekonom Citibank Indonesia, Helmi Arman Mukhlis, mengatakan terjadinya commodity boom membawa keuntungan tersendiri bagi Indonesia, khususnya terhadap neraca perdagangan yang terus mengalami surplus.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan surplus neraca perdagangan Indonesia secara kumulatif Januari sampai April 2022 mencapai 16,89 miliar dollar AS yang merupakan kinerja terbaik sejak 2017. Surplus neraca perdagangan ini diperoleh dari nilai ekspor yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan nilai impor pada periode tersebut, yaitu nilai ekspor pada April 2022 mencapai 27,32 miliar dollar AS, sedangkan nilai impor sebesar 19,76 miliar dollar AS.

"Karena kenaikan harga batu bara dan minyak sawit relatif tinggi, kita melihat ini telah membantu meningkatkan neraca perdagangan kita," kata Helmi dalam Asian Development Bank (ADB) Indonesia bertajuk Indonesia Development Talk 6, di Jakarta, Rabu (8/6).

Karena itu, dia menyarankan agar keuntungan dari commodity boom harus diinvestasikan agar dampak bagi perekonomian Indonesia lebih panjang dan berkelanjutan. Terlebih lagi, keuntungan dari kenaikan harga komoditas global ini lebih banyak dirasakan oleh perusahaan dibandingkan masyarakat yang justru menerima imbas berupa inflasi yang berimplikasi terhadap naiknya harga di tingkat konsumen.

Namun, Helmi memperkirakan harga komoditas global, terutama minyak, akan turun pada tahun depan sehingga makin menambah optimisme defisit anggaran di bawah 3 persen. Di sisi lain, harga batu bara dan minyak sawit yang juga akan turun akan menyebabkan pendapatan negara di sektor sumber daya alam (SDA) akan lebih rendah.

Helmi memprediksikan ekonomi Indonesia tahun ini tumbuh hingga 4,8 persen atau lebih baik dibandingkan tahun lalu yang sebesar 3,69 persen (yoy). Angka tersebut di bawah target pertumbuhan dalam APBN 2022 sebesar 5,2 persen.

Pangkas Proyeksi

Sementara itu, Bank Dunia melalui laporannya bertajuk Global Economic Prospect June 2022 menyebutkan perekonomian Indonesia akan mendapat dorongan dari kenaikan harga komoditas. Meski demikian, Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 menjadi 5,1 persen dari prediksi awal sebesar 5,2 persen.

Penurunan prediksi ekonomi Indonesia terjadi di tengah penurunan perkiraan pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,9 persen pada tahun ini akibat eskalasi berbagai risiko.

Menyikapi penilaian Bank Dunia tersebut, pemerintah meyakini ekonomi nasional termasuk kuat karena prediksi Bank Dunia hanya turun 0,1 persen dari prediksi sebelumnya seiring kinerja ekonomi tahun ini terus menguat antara lain didukung situasi pandemi yang terkendali.

Pemerintah akan terus menjaga situasi agar tidak terjadi lonjakan pandemi agar kepercayaan masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi terus terjaga. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mendorong vaksinasi yang kini sudah mencapai 74,2 persen populasi untuk dosis pertama dan 62,1 persen untuk dosis lengkap.

"Perekonomian Indonesia terus menunjukkan resiliensi di tengah gejolak global yang terjadi," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Pacaribu, di Jakarta, Rabu (8/6).

Baca Juga: