Upaya mendorong transisi energi di dalam negeri saat ini terkendala oleh masalah teknologi energi bersih dan rendah karbon.

JAKARTA - Pemerintah mengajak Jepang berkolaborasi mengembangkan energi bersih di Indonesia. Saat ini, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam pengembangan teknologi energi bersih dan rendah karbon yang lebih terjangkau dan mudah diakses.

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengharapkan pemerintah Jepang dan sektor swasta dapat mendukung rencana tersebut. Terlebih lagi, RI berpotensi besar mengembangkan produksi energi terbarukan dan green hydrogen.

"Untuk itu, perlu kolaborasi antara investor, lembaga keuangan, industri dan pembuat kebijakan untuk menyediakan skema pembiayaan yang inovatif dalam mempercepat proses transisi energi," ucap Menperin melalui keterangannya dari rangkaian kunjungannya ke Jepang, Senin (5/6).

Melalui pertemuan dengan Menteri Perekonomian, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang, Yasutoshi Nishimura, Menperin membuka peluang kerja sama pengembangan green hydgrogen dengan Jepang dalam bentuk knowledge sharing dan deployment of clean technology transfer. Hal ini didukung oleh kondisi Indonesia sumber daya energi terbarukan yang besar, sedangkan Jepang terkenal dengan keahliannya dalam solusi energi bersih.

Kepada Menteri Nishimura, Menperin menyampaikan Indonesia sedang memajukan transisi energi dengan prioritas utama mengembangkan industri hilir, khususnya industri electric vehicle (EV).

Menteri Nishimura menanggapi, Jepang menganggap Indonesia sebagai mitra terpenting dalam Asian Zero Emission Community (AZEC). Dalam hal upaya ini, Jepang telah memprakarsai transisi energi melalui Kemitraan untuk Infrastruktur dan Investasi Global (PGII) yang juga dipimpin oleh Amerika Serikat (AS).

Jepang juga menginisiasi Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP) yang memobilisasi 20 miliar dollar AS untuk pembiayaan publik dan swasta bagi Indonesia dan AZEC serta Indonesia Millennium Challenge Corporation (MCC) Compact yang berhasil meluncurkan 698 juta dollar AS. Kemitraan ini ditargetkan mendukung percepatan pencapaian target Net Zero Emission Indonesia pada 2060.

Selanjutnya, untuk menarik investasi di bidang EV, Kemenperin berupaya mengembangkan ekosistem kendaraan listrik dari hulu hingga hilir. Langkah strategis ini diharapkan mampu menarik perusahaan otomotif asal Jepang untuk menjadikan Indonesia sebagai hub produsen kendaraan listrik di kawasan yang berdaya saing global.

Insentif Seimbang

Secara terpisah, Peneliti Sustainability Learning center (SLC), Hafidz Arfandi menyebut pada 2022, penjualan mobil listrik sudah mencapai 15 ribu unit, dari total penjualan mobil di 1,04 juta unit atau 1,4 persen dari total mobil baru. Animo masyarakat untuk membeli mobil listrik cukup tinggi, terlebih setelah kebijakan insentif dan subsidi yang diterapkan pemerintah.

Kebijakan mendorong transisi mobil listrik penting untuk mengurangi emisi karbon di sektor transpotasi dan juga mengurangi laju permintaan BBM, serta bisa juga memberi insentif untuk menyeimbangkan permintaan listrik PLN siang dan malam yang selisih bebannya mencapai 1,3 GW di Jawa, Madura, dan Bali.

Selain insentif besar yang diberikan, pemerintah juga perlu edukasi ke konsumen secara tepat. Produsen juga harus memberikan layanan edukasi yang tepat juga terkait perawatan. Ke depan, juga perlu dipikirkan bagaimana proses pengolahan limbah baterai yang beratnya per unit mencapai 400-900 kilogram (kg).

Baca Juga: