Kebijakan terkait importasi bawang putih, dinilai belum cukup baik, mengingat produksi bawang dalam negeri terus tertekan karena harganya merugikan petani.

JAKARTA - Pemerintah perlu menghentikan kebergantungan terhadap impor bawang putih guna menekan defisit neraca perdagangan. Volume impor bawang putih setiap tahun mencapai 507 ribu ton sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara importir terbesar di dunia untuk komoditas tersebut.

"Saya sangat menyayangkan belum ada perubahan situasi importasi bawang putih dalam negeri yang mana tiap tahun kita tinggi sekali angka impornya dari Tiongkok. Sekitar 99 persen kita yang ambil, sisanya dari India, Taiwan, Amerika Serikat (AS), dan Mesir yang angkanya hanya ratusan hingga maksimal 2 ribu ton," ungkap Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin di Jakarta, Selasa (21/12).

Akmal sangat menyayangkan, sejak enam tahun lalu, Tiongkok sebagai produsen dan eksportir bawang putih terbesar di dunia, secara konsisten mengirimkan bawang putih ke Indonesia dalam jumlah yang sangat besar. Pada 2015, serbuan bawang putih asal Tiongkok mencapai 482 ribu ton, turun menjadi 445 ribu ton pada 2016.

Namun, pada 2017 naik menjadi 550 ribu ton dan meningkat kembali menjadi 585 ribu ton 2018 sebelum akhirnya turun menjadi 472 ribu ton pada 2019. Bahkan yang terjadi selama ini, besarnya impor bawang putih menyebabkan komoditas ini selalu mengalami defisit sejak 1996.

"Saya minta secara khusus kepada pemerintah melalui Kementerian Pertanian, setidaknya ada upaya mengurangi besaran importasi bawang putih di negara kita. Kegiatan dan program kementan di Dirjen Horti mesti ada succes story-nya untuk menekan angka importasi bawang putih yang memang komoditas ini tidak banyak ditanam di Indonesia seimbang dengan kebutuhan rakyat Indonesia yang sangat banyak," jelas Akmal.

Karenanya, legislator asal Sulawesi Selatan II itu menyarankan agar ada bimbingan dan program yang menyasar langsung para petani bawang putih, termasuk bantuan pembinaan, bibit dan alsintan. Dia menambahkan anggota DPR siap terjun langsung mendampingi pemerintah sekaligus menjalankan fungsi pengawasaanya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo secara tidak langsung menegur Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi agar menghentikan impor bawang putih. Dalam kunjungan kerjanya, presiden mendengar keluhan sejumlah petani soal impor bawang putih di saat mereka melakukan panen raya.

Banyak Celah

Sementara itu, Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah menegaskan komoditas bawang putih sampai saat ini masih jadi persoalan penting untuk diselesaikan. KRKP secara khusus meneliti impor bawang putih ini pada 2019.

Sayangnya, sampai saat ini, kebijakan terkait importasi pangan, termasuk bawang putih, dinilai belum cukup baik. Karenanya, produksi bawang dalam negeri terus tertekan karena harganya merugikan petani. Saat ini, impor bawang putih mencapai 95 persen.

"Kebijakan selama ini menimbulkan banyak celah yang memunculkan aktivitas yang bermuatan koruptif. Dalam kebijakan rekomendasi impor produk hortikultura banyak celah yang memunculkan biaya transaksi sebagai bentuk korupsi pangan sehingga impor bawang putih bisa mendapat volume besar yang ujungnya mengganggu produksi," terangnya.

Celah yang ada di kebijakan ini, terang Said, meliputi koordinasi antara pelaku usaha dan aparat pemerintah, baik dinas maupun dirjen hortikultura. Selain itu, kebutuhan benih bawang putih yang sulit didapat sehingga memunculkan kesepakatan antar oknum aparat dinas dan pelaku usaha untuk menggunakan benih untuk penanaman APBN.

Baca Juga: