JAKARTA - Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung Cirata, Jawa Barat, menjadi tonggak akselerasi pengembangan PLTS untuk dekarbonisasi kelistrikan di Indonesia. Ke depan, Indonesia harus mengoptimalkan potensi PLTS untuk mendukung tercapainya target puncak emisi sektor kelistrikan di 2030, dengan biaya termurah.
"Seiring dengan semakin menurunnya biaya investasi PLTS maka menjadikannya sebagai pembangkit energi terbarukan termurah saat ini," kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (9/11).
Seperti dikutip dari Antara, pemerintah pada Kamis ini meresmikan PLTS terapung Cirata yang berlokasi di Waduk Cirata, Jawa Barat, berkapasitas 145 MW(ac) atau 192 MW(p).
Dengan peresmian PLTS terapung di Cirata, kini Indonesia menjadi lokasi PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara, yang sebelumnya dipegang oleh PLTS terapung Tengeh di Singapura.
IESR, tambah Fabby Fabby, mendorong pemerintah dan PLN untuk memanfaatkan potensi teknis PLTS terapung yang mencapai 28,4 GW dari 783 lokasi badan air di Indonesia untuk akselerasi pemanfaatan PLTS.
Data Kementerian ESDM menunjukkan adanya potensi PLTS terapung skala besar yang dapat dikembangkan setidaknya di 27 lokasi badan air yang memiliki pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dengan total potensi mencapai 4,8 GW dan setara dengan investasi sebesar 3,84 miliar dollar AS (55,15 triliun rupiah).
"Pemanfaatan potensi PLTS terapung ini akan mempercepat pencapaian target bauran energi terbarukan dan meraih target net zero emission (NZE) lebih cepat dari tahun 2060," kata Fabby.
Pemerintah dan PLN, lanjut dia, harus mengoptimalkan potensi PLTS terapung dengan menciptakan kerangka regulasi yang menarik minat pelaku usaha untuk berinvestasi di pembangkit tersebut.