Pelambatan ekonomi di sejumlah negara maju bisa menjadi tuah bagi perekonomian Indonesia jika mampu memanfaatkannya.

JAKARTA - Relokasi pabrik menjadi salah satu peluang yang bisa dimanfaatkan oleh Indonesia di tengah melambatnya ekonomi sejumlah negara mitra utama. Karena itu, penciptaan iklim bisnis kondusif perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah.

"Bagaimana mengalihkan investasi dari negara-negara yang sedang mengalami pelemahan itu bisa ditarik masuk ke Indonesia dalam bentuk relokasi pabrik, misalnya, atau ekspansi," kata ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, di Jakarta, Kamis (22/2).

Bhima mengatakan perlambatan ekonomi sejumlah negara mitra utama, seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara Uni Eropa, bisa berdampak pada aliran investasi di Indonesia. Karena itu, perlu adanya strategi untuk menekan dampak melemahnya perekonomian negara-negara tersebut terhadap ekonomi nasional.

Bentuk relokasi pabrik itu, lanjut dia, dapat diprioritaskan untuk industri kendaraan listrik, di mana Indonesia memiliki sumber daya alam yang memadai untuk pengembangan industri tersebut.

"Ini jadi peluang kita, ketika negara-negara basis industri melemah, bisa ditarik untuk relokasi pabrik kendaraan listrik berbasis baterai ke Indonesia. Apalagi Indonesia memiliki sumber bahan baku untuk mendukung industri tersebut," jelas Bhima.

Kemudian, juga terdapat bentuk ekspansi bisnis, sebagaimana yang dilakukan oleh Jepang dan Korea Selatan terhadap industri keuangan di Indonesia beberapa tahun terakhir.

Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan resesi Jepang berpotensi mendongkrak investasi yang masuk ke Indonesia.

Meski kondisi ekonomi Jepang berpengaruh terhadap Indonesia, menimbang hubungan ekonomi antarkedua negara, namun Airlangga menilai terdapat celah investasi yang bisa berdampak positif terhadap Indonesia.

"Biasanya kalau dalam waktu resesi, mereka butuh pertumbuhan ekonomi dan mereka akan melihat regional yang masih bisa tumbuh adalah Asean. Jadi, justru dengan resesi di sana, saya berharap investasi dari sana akan semakin mengalir," kata Airlangga di Jakarta, Senin (19/2).

Seperti diketahui, ekonomi Jepang dilaporkan tergelincir ke dalam resesi setelah dua kuartal mengalami kontraksi pada kuartal ketiga dan keempat tahun lalu. Menurut data pemerintah Jepang pada 15 Februari lalu, ekonomi negara itu terkontraksi secara tahunan (yoy) sebesar 0,4 persen pada periode Oktober-Desember 2023 karena daya belanja lemah.

Produk domestik bruto (PDB) riil, nilai total barang dan jasa yang diproduksi di Jepang, menyusut 0,1 persen dari kuartal sebelumnya, menurut angka awal pemerintah. Menurut Kantor Kabinet Jepang, hal ini menandai kontraksi untuk kuartal kedua setelah penurunan 0,8 persen yang tercatat pada kuartal ketiga 2023.

Pangkas Proyeksi

Sementara itu, pemerintah Jepang, Rabu (21/2), menurunkan proyeksi terhadap perekonomian domestik pada Februari 2024. Ini langkah pertama kalinya dalam tiga bulan terakhir karena kehati-hatian terhadap dampak konsumsi dan produksi swasta.

"Ekonomi Jepang pulih pada kecepatan yang moderat meskipun belakangan ini tampaknya mengalami jeda," dikutip dari laporan Kantor Kabinet Jepang.

Di antara komponen-komponen kunci ekonomi Jepang, pemerintah memangkas penilaiannya terhadap konsumsi swasta untuk pertama kalinya dalam dua tahun. Pemerintah Jepang menyatakan konsumsi swasta baru-baru ini melemah.

Laporan ekonomi tersebut juga menunjukkan sikap kehati-hatian dalam hal produksi setelah serangkaian skandal dalam uji keselamatan yang melibatkan perusahaan-perusahaan grup Toyota Motor Corp, Daihatsu Motor Co, dan Toyota Industries Corp. Laporan itu mengatakan bahwa meski output industri diperkirakan meningkat, aktivitas produksi turun baru-baru ini.

Baca Juga: