Untuk mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi secara inklusif, pemerintah mempertahankan alokasi 20 persen APBN ke pendidikan dan 5 persen ke kesehatan.

JAKARTA - Pemerintah fokus mempercepat reformasi struktural untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional secara inklusif. Adapun upaya yang dilakukan pemerintah di antaranya dengan memberantas kemiskinan ekstrem dan mengurangi gizi buruk atau stunting.

"Melalui percepatan reformasi struktural, kami juga fokus mengatasi berbagai kesenjangan, termasuk dalam hal sumber daya manusia, infrastruktur, dan peranan kementerian/lembaga," ujar Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, dalam acara Dialog Bersama Negara Mitra G7, seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Sabtu (13/5).

Pertumbuhan inklusif adalah pertumbuhan yang menuntut partisipasi semua pihak agar turut andil dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, ketika perekonomian tumbuh maka kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran akan menurun.

Seluruh upaya tersebut berkaitan dengan kesejahteraan yang sangat penting karena merupakan bagian dari cita-cita Indonesia, yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mewujudkannya, Sri Mulyani menuturkan Indonesia telah melakukan banyak hal.

Salah satu langkah yang dilakukan yakni dengan meningkatkan alokasi anggaran untuk perlindungan sosial, termasuk di masa pandemi Covid-19, sehingga Indonesia berhasil menurunkan tingkat kemiskinan relatif cepat dari 10,2 persen selama pandemi menjadi 9,6 persen pada 2022.

Langkah lain yang dilakukan yakni masih adanya alokasi wajib sebesar 20 persen dan 5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan dan kesehatan. Pemerintah juga telah menerapkan penganggaran responsif berbasis gender, penganggaran inklusif untuk disabilitas, serta pendanaan belanja pemerintah yang ramah lingkungan.

"Kebijakan-kebijakan ini mencerminkan komitmen Indonesia untuk menciptakan pertumbuhan dan pembangunan yang seimbang, inklusif, dan berkelanjutan," tegas Menkeu.

Acara Dialog Bersama Negara Mitra G7 merupakan salah satu rangkaian agenda Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara-Negara G7, yang membahas upaya bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pengembangan UMKM

Selain pengurangan kemiskinan ekstrem dan stunting, upaya lain yang perlu dilakukan untuk membangun pertumbuhan ekonomi secara inklusif adalah dengan menggenjot kinerja usaha mikro kecil menengah (UMKM). Sebab, selama ini, UMKM dinilai menjadi bantalan krisis bagi perekonomian nasional.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) menyatakan perekonomian terus bertumbuh saat ini, namun masih harus menghadapi ketidakpastian karena situasi ekonomi global. "Untuk menjaga pertumbuhan tersebut kita masih membutuhkan peran serta dari pelaku UMKM yang menjadi penopang perekonomian kita selama ini," ujar Aida S Budiman, saat menghadiri Lampung Begawi, di Bandarlampung, akhir pekan lalu.

Dia mengatakan untuk mengatasi ketidakpastian perekonomian global maka perlu dilakukan penguatan perekonomian domestik. "Pertumbuhan ekonomi secara domestik ini berasal juga dari peranan UMKM, yang terlihat dari kontribusinya kepada ekonomi nasional yang mencapai 60 persen, ini cukup besar sekali," katanya.

Dia menjelaskan pemerintah akan terus mendorong peningkatan kinerja UMKM dengan sinergi bersama pemangku kepentingan lainnya melalui kegiatan yang memfasilitasi UMKM dalam meningkatkan kapabilitas.

Baca Juga: