Masyarakat harus cerdas memilih pejabat dalam pilpres karena Indonesia sedang mencari pemimpin bermental leader bukan dealer.

JAKARTA - Masyarakat Indonesia harus cerdas dalam menentukan dan memilih pemimpin yang otentik dan bermental leader, bukan sekadar dealer yaitu jadi perantara, tetapi miskin gagasan, tidak bisa kerja, tetapi dia hanya pandai beretorika.

Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Koran Jakarta, Rabu (26/7), mengatakan publik harus cerdas menentukan pilihannya. Publik saat ini disuguhkan oleh realita yang semu yaitu membongkar kepalsuan atau dalam teori komunikasi adalah realitas yang berealitas, realitas yang dilebih-lebihkan.

"Realitas yang sebenarnya hanyalah semu di permukaan karena pemimpin yang otentik bukan sekadar dealer yaitu jadi perantara, tetapi miskin gagasan, tidak bisa kerja, tetapi dia hanya pandai beretorika," tuturnya.

Pakar komunikasi politik ini menyampaikan dinamika politik semakin hari semakin cair, pertemuan ketua-ketua partai politik menjadi pemberitaan yang tiap hari diliput oleh media massa.

Benny menyebut partai-partai politik saling menyandera disebabkan keinginan Ketua Umum Parpol menjadi salah satu bakal Calon Wakil Presiden. Hal itu menjadikan pertarungan politik menjadi sulit untuk memprediksi partai-partai politik mendeklarasikan presiden dan wakil presidennya.

Benny, yang juga dikenal sebagai budayawan, mengatakan diperlukannya kecerdasan publik untuk menentukan calon pemimpin masa depan, pemimpin yang otentik dan mampu mengantarkan Indonesia ke dalam pintu gerbang kemerdekaan yaitu membangun peradaban dunia internasional.

Punya Karakter Kuat

Pemimpin ke depan adalah pemimpin yang punya karakter kuat untuk memajukan Indonesia di kancah dunia internasional, lanjut Benny, yaitu seorang yang mampu memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusianya untuk mempercepat menjadi negara yang maju dan modern.

"Carilah pemimpin yang sejati, bukan sekadar pemimpin itu hanya kemampuan citra yang mengekor keberhasilan orang lain, tetapi tidak punya potensitas dalam memberikan arah pembaharuan dan arah kebijakan bagi bangsa dan negara," ujarnya.

Selain itu, dikatakan Benny, mencari pemimpin dapat dilihat dari rekam jejak dan aktivitasnya selama dia memimpin, baik itu saat menjadi gubernur, menteri, ataupun pejabat negara.

Lebih jauh, Benny mengatakan rekam jejak itu akhirnya mendidik masyarakat untuk lebih rasional. Maka, seorang pemimpin harusnya memiliki visi dan visi yang terbesar adalah membuat rakyat mengalami kegembiraan, kesenangan.

"Maka dibutuhkan loncatan tidak lagi reaktif melihat orang dari sosoknya, tidak lagi melihat seorang pemimpin itu dari kemampuan beretorika berapi-api, meledak-ledak, tentunya tidak melihat pemimpin itu bersandar kepada kesuksesan yang lain, tetapi pemimpin yang orisinil adalah pemimpin yang mampu memahami jantung hati rakyat," jelasnya

Menurut Benny, pemilih terbesar dalam pemilu nanti adalah generasi X dan Z. Ia mengharapkan media sosial bisa menjadi sarana untuk mencerdaskan generasi X dan Z untuk memilih pemimpin berdasarkan rasionalitas, bukan emosional.

Ia juga menambahkan dalam memilih pemimpin harus dilihat bahwa pemimpin itu terbukti mampu membuat rakyatnya mesem, guyub, dan membuat rakyat bahagia. Sejauh mana mereka melayani rakyat dan sejauh mana mereka berbuat untuk rakyat.

Baca Juga: