JAKARTA - Indonesia membutuhkan figur calon wakil presiden (cawapres) yang mampu menangani masalah kebangsaan. Cawapres bersama Capres yang didampinginya harus memiliki kualifikasi menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa.
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin, kepada Koran Jakarta, Senin (18/9) petang, mengatakan salah satu masalah kebangsaan adalah kurangnya integritas. Maraknya kasus korupsi karena banyak pemimpin yang tidak berintegritas.
Selain berintegritas, pasangan capres dan cawapres juga harus memiliki visi misi serta ide dan gagasan yang jelas karena masalah kebangsaan yang sangat kompleks.
"Perlu visi misi jelas, program yang terukur, punya ide-ide besar yang kreatif dan bisa direalisasikan untuk membawa Indonesia menjadi negara yang bisa bersaing dengan banyak negara lain di dunia," katanya.
Sementara itu, peneliti Ekonomi Politik, Alpha Research Database Indonesia, Ferdy Hasiman, mengatakan tokoh cawapres ideal ialah yang bisa mengimplementasikan konsep Trisakti Bung Karno. Trisakti Bung Karno adalah pertama, berdaulat di bidang politik. Kedua, berdikari di bidang ekonomi. Ketiga, berkepribadian dalam budaya.
Mengenai kepribadian, Ferdy memandang sangat penting bagi capres dan cawapres bersih agar bisa mereformasi hukum dan birokrasi. "Jika moral dan integritasnya baik maka itu akan menular ke arah kebijakan ekonomi dan politiknya," kata Ferdy.
Begitu juga untuk penegakan hukum penting dijaga agar tata kelola pembangunan ekonomi berjalan. "Jadi, pembangun politik paralel dengan pembangunan ekonomi," ungkap Ferdy.
Pemersatu Bangsa
Peneliti Pusat Riset Pengabdian Masyarakat (PRPM) Institut Shanti Bhuana, Bengkayang, Kalimantan Barat, Siprianus Jewarut, berpendapat sosok ideal yang bisa memberikan efek domino tersebut adalah cawapres yang memiliki kualitas pemikiran tentang kebangsaan yang tidak perlu diragukan, tokoh yang bisa mempersatukan bangsa serta sudah memiliki tingkat kematangan dan kecerdasan yang sudah teruji.
"Bangsa ini perlu akar yang sangat kuat supaya NKRI lepas dari kerusakan moral dan memiliki integritas bangsa yang kuat. Memang banyak tokoh dari anak muda sekarang, namun terkesan lebih materialistis dan gila uang. Mereka belum matang masuk legislatif maupun eksekutif. Apa yang disampaikan KPK itu benar kalau 86 persen yang ditangkap KPK karena korupsi dari tingkat pendidikannya level sarjana," kata Siprianus.
Dia mengakui, saat ini banyak pemimpin, namun tidak berkualitas sehingga sulit untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Padahal sesuai amanat undang-undang dan semua aturan pelaksana menyebutkan kalau pengambil kebijakan harus mengutamakan kepentingan rakyat banyak.
"Kita tidak bisa memilih pemimpin yang belum matang karena mereka akan memimpin negara dengan penduduk 275 juta jiwa, terbesar ke-empat di dunia. Kalau salah pilih, bisa menghancurkan satu bangsa," katanya.
Kriteria-kriteria itu wajib menjadi pilihan utama capres dalam memilih sosok cawapresnya. "Tokoh-tokoh besar seperti Quraish Shihab dan Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar adalah sosok ideal dari beberapa kriteria di atas," sebut Siprianus.
Kedua tokoh itu memiliki kualitas pemikiran yang tidak perlu diragukan lagi, karena RI saat ini perlu tokoh pemersatu bangsa. "Keduanya tidak diragukan kematangan dan kecerdasan," paparnya.
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Binas Nusantara (Binus) Malang, Frederik M. Gasa, mengatakan memilih calon wakil presiden bukan sebuah perkara mudah. Memilih wakil tujuannya tidak hanya untuk dapat menjadi partner diskusi, tapi lebih penting adalah untuk menjaga keseimbangan. "Butuh karakter kepemimpinan yang kuat dan tangguh yang bisa mendampingi sang presiden dalam menahkodai kapal besar, negara Indonesia," tandas Frederik.
Di samping karakter leadership yang kuat, paparnya, calon wakil juga tentu harus punya visi dan pengalaman, terutama dalam bidang politik dan bernegara.
"Visioner dan punya pengalaman akan memampukan calon wakil presiden dan calon presiden mengambil keputusan strategis demi kepentingan bangsa dan negara," ungkap Frederik.