» Tiongkok merupakan mitra dagang utama Indonesia dengan total nilai perdagangan mencapai 109,22 miliar.

» Tiongkok serius kembangkan green economy dan energi bersih sehingga permintaan batu bara ke depan akan terdampak.

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) berharap pertumbuhan ekonomi nasional pada 2023 ini bisa mencapai 5,1 persen. Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan harapan mencapai level tersebut didasarkan pada perekonomian Tiongkok yang membaik.

Tiongkok merupakan mitra dagang utama Indonesia dengan total nilai perdagangan mencapai 109,22 miliar dollar Amerika Serikat (AS) untuk periode Januari-Oktober 2022. Ekspor Indonesia ke Tiongkok tercatat 53,32 miliar dollar AS, sedangkan impor Indonesia dari Tiongkok mencapai 55,91 miliar dollar AS sehingga Indonesia mencatat defisit neraca perdagangan senilai 2,59 miliar dollar AS.

Nilai perdagangan Indonesia dengan Tiongkok itu porsinya mencapai 24,6 persen dari total nilai perdagangan Indonesia dengan seluruh mitranya.

"Tahun ini, insya Allah pertumbuhan ekonomi kita titik tengah 4,9 persen, dengan ekonomi Tiongkok membaik diharapkan bisa mencapai 5,1 persen," kata Perry Warjiyo pada seminar nasional Bangkit Bersama dan Semakin Berdaya yang diselenggarakan oleh Keluarga Besar Alumni SMAN 3 Surakarta Roemah Tiga, di Solo, Jawa Tengah, Jumat (3/3).

Ia mengatakan seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), saat ini dunia sedang tidak ramah. "Kita tidak tahu kapan perang Russia dan Ukraina akan berakhir. Kita melihat Amerika dan Tiongkok masih berseteru, berdampak pada kondisi ekonomi global yang harus tetap diwaspadai," jelas Perry.

Perekonomian dunia pada akhir tahun ini, kata Perry, diperkirakan menurun menjadi 2,3 persen. Namun demikian, ada peluang tahun depan kembali naik ke level 2,9 persen.

"Kalau dilihat dari ekonomi global, sebetulnya Tiongkok akan tambah bagus. Tahun ini 4,6 persen bisa menjadi 5 persen. Peluang bahwa Tiongkok akan lebih baik, mari kita berdagang, berinvestasi juga dengan Tiongkok," katanya.

Selain dengan Tiongkok, dia juga mengimbau para pelaku usaha di Tanah Air berdagang dengan India, karena peluangnya yang cukup besar. Pertumbuhan ekonomi India tahun diperkirakan bisa mencapai 5,8 persen dan tahun depan bisa 6,3 persen.

"Peluang ke India itu besar, pariwisata, batu bara, energi. Bahkan, di India sedang gemar berwisata ke Indonesia, termasuk ke wilayah Jawa dan Bali. Mereka juga menggemari furnitur dan kuliner," sebutnya.

Dengan potensi yang dimiliki Indonesia, India sangat tertarik berdagang dengan Indonesia, baik di bidang pertambangan, investasi, maupun yang berkaitan dengan pariwisata dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

"Kami akan menyambungkan QRIS kita dengan India dan BI Fast," tambah Perry.

Konsumsi Domestik

Dalam kesempatan lain, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudisthira, mengatakan tantangan ekonomi Indonesia masih dibayangi oleh ketidakpastian dari sisi harga komoditas dan politik.

Konsumen sebenarnya siap untuk belanja lebih banyak, tetapi ada kegaduhan soal penundaan pemilu yang mempengaruhi kepercayaan diri untuk belanja terutama kelas atas. Sementara untuk tumbuh di atas 4,9 persen kuncinya selain ekspor juga dari konsumsi domestik.

"Harga komoditas yang masih swing juga mempengaruhi pendapatan ekspor dan lapangan kerja di sektor perkebunan dan tambang," ungkap Bhima.

Transisi dari booming harga komoditas ke moderasi juga perlu disiapkan pemerintah salah satunya dengan mendorong investasi padat karya atau sektor bernilai tambah. "Ekonomi Tiongkok masih sulit untuk diprediksi, jadi kita tidak bisa bergantung dengan faktor eksternal," tandasnya.

Sementara itu, pakar ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, membenarkan harapan Gubernur BI bahwa pemulihan di Tiongkok pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2023 ini bisa mencapai 5,1 persen.

"Kita memang mendapat berkah dan diuntungkan dengan perbaikan ekonomi di Tiongkok karena ekspor kita yang tertinggi memang dengan Tiongkok. Namun selama ini, ekspor kita didominasi komoditas primer maka sebaiknya harus ada diversifikasi dan memperkaya komoditasnya," kata Wibisono.

Apalagi Tiongkok serius mengembangkan green economy dan energi bersih sehingga komoditas seperti batu bara ke depan permintaanya akan terdampak.

Baca Juga: