Meski permintaan maaf Telegram sudah terucap dan diterima pemerintah, namun pemerintah belum menyebutkan kapan pemblokiran Telegram itu akan dicabut.

JAKARTA - Pemerintah Indonesia mengajukan empat syarat agar blokir terhadap Telegram dapat dibuka kembali. Pihak pemerintah Indonesia telah berkomunikasi dengan pemilik Telegram mengenai syarat-syarat tersebut.

Tetapi hingga saat ini, pihak Telegram belum memberi kepastian soal pemenuhan syarat yang diajukan pemerintah Indonesia itu.

"Normalisasi (pembukaan blokir) kapan? Kalau semua ketentuan yang sudah kami syaratkan itu dipenuhi oleh Telegram maka kami akan membuka blokirnya,"

kata Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) Kemkominfo, Semuel Abrijani, di Gedung Kemenkominfo, Jakarta, Senin (17/7).

Telegram diblokir karena dianggap memuat kanal bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan, atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Semuel menjelaskan secara detail empat hal yang dituntut oleh pemerintah kepada Telegram tersebut. Pertama, dibuatnya Government Channel di Telegram.

Tujuannya agar komunikasi dengan Kemenkominfo lebih cepat dan efisien. Syarat kedua adalah Kemenkominfo meminta diberikan otoritas sebagai Trusted Flagger terhadap akun atau kanal dalam Telegram.

Sementara itu, syarat ketiga adalah Kemenkominfo meminta Telegram membuka kantor perwakilan di Indonesia.

Adapun persyaratan yang terakhir adalah untuk persoalan filtering atau penapisan konten, Kemenkominfo akan berkoordinasi untuk melakukan perbaikan proses, organisasi, teknis, serta sumber daya manusia (SDM).

"Mereka sudah mengatakan akan melakukan tiga hal. Namun, kami meminta empat hal untuk dipenuhi," imbuh Semuel.

Sebelumnya, sempat terjadi miskomunikasi antara Telegram dan pemerintah Indonesia.

Saat terjadi pemblokiran, CEO Telegram, Pavel Durov, sempat mengungkap keheranannya karena tidak ada komunikasi dari pemerintah Indonesia.

Sedangkan menurut Semuel, Kemenkominfo telah lima kali mengirim email untuk berkomunikasi mengenai masalah konten radikal dalam Telegram.

Pavel Durov sendiri kemudian merevisi pernyataannya dan mengaku timnya terlambat merespons surat dari pemerintah Indonesia.

Durov juga menawarkan tiga solusi, yakni memblokir semua channel publik terkait terorisme, berkomunikasi secara langsung melalui email, serta membentuk tim moderator khusus yang paham bahasa dan budaya Indonesia.

Sudah Terucap

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, menambahkan, meski permintaan maaf Telegram sudah terucap dan diterima pemerintah,

namun pemerintah belum menyebutkan kapan pemblokiran Telegram itu akan dicabut.

Di tempat terpisah, Kepala Kepolisian RI, Jenderal Tito Karnavian, mengatakan pihaknya telah mengantongi sejumlah kelompok terorisme yang terindikasi aktif menggunakan aplikasi Telegram dalam berkomunikasi.

Namun, ia enggan menyebut nama kelompok yang dimaksud. eko/fan/fdl/ils/Rtr/P-4

Baca Juga: