Ketergesaan dalam merancang sebuah produk hukum tidak akan menghasilkan UU Sisdiknas yang visioner.

JAKARTA - Revisi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) memerlukan Panitia Kerja Nasional (PKN). Di dalamnya harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan sektor pendidikan. Demikian masukan Ketua Umum Majelis Pendidikan Kristen di Indonesia, David Tjandra, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) dan komisi X DPR, di Jakarta, Kamis (24/3).

"Pembuatan UU yang baik mempersyaratkan partisipasi masyarakat yang lebih bermakna atau meaningful participation," ujarnya. Dia menambahkan, partisipasi masyarakat harus meliputi seluruh tahapan mulai perencanaan, penyusunan, dan pembahasan. David menilai, pembaruan UU Sisdiknas diperlukan. Hanya, perlu kajian yang mendalam dan naskah akademik yang komprehensif.

Dia mengatakan, hal tersebut bisa terwujud dengan keterlibatan publik yang luas secara bermakna. Menurutnya, Uji Publik Rancangan Undang-Undang (RUU) Sisdiknas yang dilakukan Kemendikbudristek malah mengejutkan publik karena dilakukan dengan tergesa dan minim pelibatan publik. "Faktanya, hal ini tidak dilakukan dalam perencanaan Rancangan UU Sisdiknas," jelasnya.

Sementara itu, Dewan Pengarah Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia, Doni Koesoema, menekankan, RUU Sisdiknas sebaiknya dirancang secara visioner. Maka, hal itu akan bisa mengembangkan paradigma-paradigma besar pendidikan yang inovatif dan futuristik.

Doni menyatakan, UU Sisdiknas harus lebih mengutamakan penyiapan sistem pendidikan yang maju dan tanggap tantangan zaman yang penuh ketidakpastian. Menurutnya, hal tersebut tidak tampak dalam RUU Sisdiknas yang diajukan Kemendikbudristek.

"Draft RUU Sisdiknas yang diajukan Kemendikbudristek lebih merupakan sistem pembelajaran dan persekolahan daripada Sistem Pendidikan Nasional," katanya. Dia menyebut, ketergesaan dalam merancang UU Sisdiknas tidak akan menghasilkan UU Sisdiknas yang visioner. Diperlukan pendekatan komprehensif dalam menata berbagai ekosistem pendidikan dalam satu Sisdiknas sebagaimana amanat dalam Konstitusi.

"Jauhkan pragmatisme jangka pendek dalam merancang UU Sisdiknas. Penyiapan lebih mengutamakan sistem pendidikan maju dan tanggap tantangan zaman yang penuh ketidakpastian," ucapnya.

Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Alpha Amirrachman, mengungkapkan, ada 23 undang-undang yang harus terintegrasi dalam UU Sisdiknas. Sedangkan, Kemendikbudristek hanya akan mengintegrasikan tiga undang-undang ke dalam RUU Sisdiknas, yaitu UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, serta UU Pendidikan Tinggi.

"Kalau semua itu tidak dipilah dan diintegrasikan, maka UU baru nanti malah menimbulkan kompleksitas perundangan yang tidak diinginkan," terangnya.

Baca Juga: