Pada hari Kamis, 13 Desember 2018, HakimKonsitusi Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Sidang Pleno MK terbuka untuk umum telah membacakan Putusan Nomor 22/PUUXV/ 2017 perihal perkara permohonan pengujianUU Nomor 1 tahun 1974 terhadap UUU 1945.
Hasil uji materiel Pasal 7 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 telah memberikan keadilan dengan menaikkan batas minimal usia perkawinan bagi perempuan dan meminta kepada pembentuk UU untuk menjalankan kebijakan hukum terbuka atau upaya legislative review dalam jangka waktu paling lama tiga tahun ke depan (limitative constitutional) sebagai pilihan yang moderat untuk merevisi UU tersebut.
Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sepakat dengan argumentasi bahwa perkawinan anak berpotensi menghambat pemenuhan hak konstitusional anak, yakni hak anak atas pendidikan, kesehatan, dan hak untuk tumbuh dan berkembang, serta terlindungi dari segala bentuk kekerasan yang dijamin pemenuhan dan perlindungannya oleh UUD 1945.
Untuk membahas hal tersebut lebih lanjut, Koran Jakarta bersama dengan berbagai awak media mewawancarai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise, setelah audiensi yang dilakukan Kementerian PP-PA dengan MK di Gedung MK, Rabu (26/12). Berikut petikannya.
Bagaimana tanggapan Anda soal putusan MK?
Jadi, disampaikan bahwa kunjungan saya silaturahmi sekaligus audiensi dengan Pak Ketua MK. Saya juga mengapresiasi atas keputusan MK beberapa waktu lalu. Itu merupakan kado hari ibu dan anak-anak Indonesia.
Dengan adanya keputusan itu mendorong kita di Kementerian semangat betul menindaklanjuti keputusan ini. Kami juga akan melaporkan hal ini kepada Presiden sekaligus melakukan pendekatan dengan pihak parlemen sehingga secepatnya kita bisa muncul dengan kesepakatan bersama.
Tindakan apa yang akan dilakukan selanjutnya?
Kami akan segera melaksanakan putusan tersebut dengan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait serta dengan parlemen agar revisi UU tersebut berjalan lancar.
Setelah adanya putusan MK ini, Kementerian PPPA akan bersinergi dengan Komisi VIII DPR RI dan seluruh kementerian dan lembaga yang terkait agar segera merevisi pasal putusan MK tanpa melalui program legislasi (Proleg), melihat tingkat urgensi atas putusan tersebut agar cepat terselesaikan, tentunya kami akan tetap mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak-anak di Indonesia.
Kapan target pembahasannya?
Segera setelah Tahun Baru saya tindak lanjuti. Kita usahakan lebih cepat lebih baik.
Sebenarnya, berapa batasan umur yang diinginkan Kementerian?
Kami menginginkan untuk batas umur laki-laki adalah 22 tahun, serta untuk perempuan 20 tahun. Namun, hal ini masih memerlukan kesepakatan bersama, yang jelas UU perlindungan anak kan 18 tahun minimal. Kita akan kompromi bersama kesepakatan dengan parlemen untuk menentukan yang terbaik seperti apa.
Bagaimana dukungan dari lembaga terkait?
Kalau DPR kan sudah tahu semua. Menteri Agama sudah dukung kami dan sudah ngomong dari beberapa tahun yang lalu. Kementerian terkait sudah tahu semua. Presiden juga mendukung dan juga lampu hijau dari MK. Jadi, kami tinggal tindak lanjuti.
Lalu, apakah sebelumnya sudah dilakukan sosialisasi?
Kami sudah melakukan dua kali diskusi publik di Kementerian dan sudah banyak dari ormas (organisasi masyarakat) edukasi dan sosialiasi tetap akan berjalan terus, juga kabupaten layak anak sudah ada di seluruh Indonesia. Yang bisa kita lakukan lewat itu sehingga masyarakat bisa teredukasi dan semakin sadar. trisno juliantoro/AR-3