JAKARTA - Rancangan perubahan terhadap PP 82 Tahun 2012 terkait Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) berpotensi merugikan Indonesia sebagai negara yang tengah membangun ekonomi digital.

Terutama perubahan terhadap Pasal 17 yang menghapus kewajiban pusat data di Indonesia menjadi hanya untuk data dengan "kategori strategis" dan juga menghapus kewajiban menyimpan data transaksi di dalam negeri yang asalnya tercantum dalam Pasal 43 butir 1.b.


Ketua Umum Indonesian Digital Empowerment Community (IDIEC), M Tesar Sandikapura, mengingatkan jika Indonesia ingin menjadi raksasa di ekonomi digital maka harus ditegakkan kedaulatan digital.


"Salah satu wujud kedaulatan digital itu adalah lokalisasi data yang terkait warga negara Indonesia diproses dan disimpan di Indonesia. Itu menunjukkan Indonesia berdaulat sebagai bangsa," katanya.


IDIEC melihat wacana mengklasifikasikan data yang bisa disimpan atau diproses di Indonesia atau di luar negeri malah memunculkan masalah.


Dalam revisi PP 82 Tahun 2012 itu, pemerintah tidak menjelaskan tentang perubahan definisi "data strategis". Data seperti apa yang dianggap "strategis" sehingga harus disimpan di pusat data di dalam negeri? Siapa yang menentukan kadar strategisnya sebuah data?


"Apakah, misalnya, data media sosial dan mesin pencari yang berasal dari pengguna di Indonesia tidak dianggap strategis sehingga boleh diletakkan di luar negeri?" tanya Sandikapura.


Dari informasi yang dihimpun IDIEC, jawaban pertanyaan di atas diletakkan pada punggung Instansi Pengatur dan Pengawas Sektor (IPPS) yang ditunjuk oleh Perpres.


Yang menjadi pernyataan publik adalah bagaimana praktik pengendalian data strategis ini jika IPPS belum ditunjuk dan produk hukum IPPS berkaitan dengan data strategis belum jadi? Apakah ada standar pemahaman setiap IPPS mengenai klasifikasi data?


Sandikapura mengingatkan hilangnya kewajiban menyimpan data transaksi di dalam negeri, secara langsung memberikan ancaman terhadap keamanan dan penegakan hukum.


Aparat keamanan dan penegak hukum akan mengalami kesulitan jika harus meminta data transaksi yang dicurigai, terkait terorisme atau perdagangan manusia misalnya, karena datanya berada di luar yurisdiksi Indonesia.


"Hal ini tentu akan memperlambat proses, yang bisa berakibat fatal." Belum lagi konsepsi data elektronik tinggi yang dapat diletakkan di luar wilayah Indonesia. Hingga saat ini, belum jelas teknis pengawasannya.


Sementara itu, Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo, Ferdinandus Setu, mengatakan tujuan pemerintah merevisi PP PSTE untuk memberikan kepastian iklim berusaha dengan tetap menjaga kedaulatan negara. har/P-4

Baca Juga: