JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) berencana melelang sejumlah barang bukti kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Rencana ini ditempuh karena Kejagung tak mau terbebani biaya pemeliharaan aset sitaan. Rencana lelang tersebut menuai kritikan.
Salah satu pakar hukum yang mengkritik Kejagung adalah Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Yenti Garnasih. Yenti menilai dasar hukum pelelangan di kasus Asabri tidak memadai. Ia beralasan Kejagung hanya berpatokan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam melakukan lelang.
"Terlalu minim jika berpegangan pada KUHAP saja, sementara korupsi ini kan sudah di luar KUHAP. Mestinya sudah punya perangkat sendiri, KUHAP itu kan untuk mencuri biasa, pidana biasa," kata Yenti dalam keterangan yang diterima Koran Jakarta, Rabu (19/5).
Yenti berpendapat aset yang masih berstatus utang dan tak terkait kasus korupsi seharusnya tidak dipermasalahkan kejaksaan. Ditegaskannya, sepanjang harta tersebut dapat dibuktikan kepemilikannya yang bukan hasil korupsi harusnya tidak dipermasalahkan.

Payung Hukum
Yenti menambahkan pelelangan ini membutuhkan kehadiran UU Perampasan Aset sebagai payung hukum. Ia menilai selama ini pemangku kebijakan di Tanah Air kurang responsif dengan kejahatan ekonomi yang kerap menjerat tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Sementara itu, Dosen Ilmu Hukum Universitas Airlangga (Unair) Lucianus Budi Kagramanto mengatakan jika benar adanya aset sitaan masih berstatus utang piutang maupun yang tak terkait kasus tipikor, maka sebaiknya itu tak dilelang.
Seperti diketahui, rencana pelelangan aset sitaan Asabri diungkapkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejagung Ali Mukartono. Menurut Ali, mekanisme pelelangan diatur dalam Pasal 45 KUHAP.
"Kan boleh Pasal 45 KUHAP, dengan biaya penyimpanan terlalu tinggi. Kita terbatas biayanya," kata Ali.
Direktur Penyidikan JAM-Pidsus Kejagung Febrie Ardiansyah mengatakan proses pelelangan akan melibatkan Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung.

Baca Juga: