Judul : Barabas Diuji Segala Segi
Penulis : Arswendo Atmowiloto
Penerbit : Gramedia
Cetakan : Pertama, 2019
Tebal : 272 halaman
ISBN : 9786020631905

Novel dengan bab-bab pendek ini berkisah mengenai Barabas, pemberontak berjari sembilan. Dia benci semua yang berbau Romawi, penjajah Yudea, negerinya. Novel yang terinspirasi Alkitab ini merupakan karya terakhir Arswendo Atmowiloto sebelum berpulang pada 19 Juli 2019 dalam usia 70 tahun.

Sang "Kalajengking tampan" yang gigih angkat senjata dan melakukan kekerasan berhasil diringkus dengan perlawanan sengit. Pemimpin kelompok Zealot itu ditahan, disiksa dan menanti hukuman mati di penjara Abisos.

Meskipun Yohanes Pembaptis pernah menyinggung mengenai kehadiran pemimpin agung pembawa damai dan keselamatan, Barabas tak mengetahui apa pun mengenai Yesus Kristus, termasuk ketika Dia juga menghuni sisi lain Abisos. Kemunculan-Nya dianggap ancaman berat bagi kewibawaan dan kekuasaan tokoh-tokoh agama, para tua-tua, majelis hakim, serta ahli tafsir. Mereka mendesak Gubernur Pontius Pilatus untuk menghukum mati Yesus Kristus.

Sebenarnya, Pilatus bisa dengan mudah "mengampuni." Namun itu akan menempatkannya berseberangan dengan para pemuka tersebut. Sementara itu, jika membiarkan hukuman mati, Pilatus akan disalahkan pengikut-pengikut-Nya. Pilatus ingin posisinya aman dan sempurna di mata rakyat dan penguasa Romawi.

Bertepatan perayaan Paskah serta hari eksekusi Barabas, atas usulan Klaudius, kepala penjara, akhirnya diadakan pengadilan terbuka untuk memilih antara Barabas atau Yesus Kristus yang harus dihukum mati. Kala itu, untuk pertama kalinya Barabas berhadapan dengan sosok yang kelak mengubah hidupnya.

Tubuh-Nya kotor penuh luka dari derita dan siksa yang kejam, namun masih tersenyum pada Barabas yang beku. Atas skenario itu, Pilatus sebenarnya berharap Barabas, si penjahat, yang mati menggantikan Yesus Kristus. Tetapi di luar dugaan, Mahkamah dan masyarakat Yerusalem justru memilih Yesus Sang Raja Yahudi untuk disalibkan.

"Kini sudah jelas. Tuhan Yesus telah memberi contoh sempurna, teladan sejati, bukan kekerasan: nyawa balas nyawa, gigi balas gigi, melainkan saling menyayangi. Saling menyayangi bukanlah memakai kebencian. Menyebut perempuan sebagai pelacur hanya berasal dari hati yang membenci. Tidak lagi bagi kami" (hlm 114).

Kedekatan Barabas dengan Bunda Maria dan Kelompok Pendoa dianggap bentuk perlawanan dan kekuatan baru para pengikut "Yesus yang Mati di Kayu Salib." Namun, pemuda yang tumbuh di lingkungan keras itu lebih intens terlibat dalam Kelompok Bersaksi. Kesadarannya bahwa kebencian itu membutakan, bertumbuh. Dia mulai mempertimbangkan pula jalan lain memerangi ketidakadilan, melalui jalan cinta kasih yang mengampuni dan memaafkan, kepada musuh sekalipun.

Perubahan membuatnya menerima cemooh dan ditinggalkan pengikut, karena dianggap orang lemah yang tidak lagi ditakuti pasukan Roma. Pilihannya kemudian menggelandang dari satu tempat ke tempat lain sebagai pemberi kesaksian jalanan.

Berbagi keyakinan bahwa mengikuti Yesus adalah jalan berdamai dengan segala dosa, tanpa melupakan tradisi dan nilai leluhur, Barabas mulai menemukan kehormatannya lagi. Namun ada yang berkomplot untuk menjatuhkannya lagi hingga dia diusir dari tanah kelahirannya. Dia dituduh memecah-belah dan merendahkan bangsanya.

Dari hidup yang penuh ujian, Barabas menganggap seluruhnya sebagai rancangan Tuhan, termasuk kini harus berada di negeri asing. Ini jalan menyebarkan karunia keselamatan lebih cepat dan menyeluruh. "Pembuangan diriku kuterima sebagai jawaban dari pertanyaan, Apa yang seharusnya kulakukan? Apa yang telah disiapkan oleh Allah Tuhan-ku, sebagaimana Allah Tuhan-ku telah menyiapkan seorang Bunda Maria" (hlm. 263).

Kisah novel ini menjadi bukti bahwa kasih itu menyelamatkan dan tanpa batas. Diteladani pekerjaan-pekerjaan Allah yang nyata dilakukan melalui Yesus Kristus. Dia datang untuk orang yang sakit, kelaparan, dan menderita dengan penuh kasih. Bahkan sebelum orang itu mengerti arti cinta dan mengenal Tuhan, Dia telah lebih dulu mencintai dan menyelamatkannya. Diresensi Anindita Arsanti, Alumni UPN Veteran Yogyakarta

Baca Juga: