JAKARTA - Rencana pemerintah untuk mengimpor beras di saat mulai memasuki musim panen padi menandakan minimnya perlindungan terhadap petani dan masih kuatnya para mafia mencengkeram tata niaga pangan.

Kebijakan tersebut juga keliru karena dengan mengimpor beras saat musim panen maka harga gabah dan beras dalam negeri bakal jatuh.

Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, di Jakarta, menegaskan impor beras semestinya tidak dilakukan sekarang karena sudah memasuki puncak panen tahunan dengan perkiraan mencapai 8,7 juta ton gabah kering giling (GKG) pada Maret dan 8,59 juta ton GKG pada April 2021.

"Kalau impor beras sekarang ini maka tentu saja akan menghancurkan harga di tingkat petani," kata Tauhid.

Mengacu kebutuhan pada 2020, tahun ini diperkirakan sebanyak 31-32 juta ton dan dengan produksi dalam negeri yang diperkirakan mencapai 30 juta ton ditambah sisa stok beras hingga Desember 2020 sekitar enam juta ton. Dengan demikian, terdapat ketersediaan stok 36 juta ton pada 2021 sehingga masih ada kelebihan antara 4-5 juta ton.

Pemerintah sendiri seperti disampaikan Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, berencana mengimpor beras satu juta hingga 1,5 juta ton sebagai cadangan dan antisipasi menjelang Idul Fitri.

Menurut Tauhid, akan lebih baik pemerintah melakukan pembelian di tingkat petani secara besar-besaran pada Maret-April, ketimbang mengimpor beras secara langsung yang mengganggu kedaulatan pangan. "Apalagi, Presiden Jokowi selalu mengajak mengutamakan produk dalam negeri," tegasnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Koran Jakarta, usulan impor hanya datang dari Kementerian bidang Perekonomian dan Kementerian Perdagangan, sedangkan Kementerian Pertanian (Kementan) tidak dilibatkan.

Kerja Keras Petani

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Kuntoro Boga Andri, mengatakan pihaknya terus mengawal masa panen di semua wilayah. Mengacu pada laporan Badan Pusat Statisitik (BPS) diperkirakan terjadi kenaikan produksi gabah GKG sebesar 5,37 juta ton dibandingkan triwulan pertama 2020 yang hanya 19,99 juta ton GKG.

"Bila terjadi maka produksi yang tinggi ini harus mendapatkan prioritas untuk diserap pasar, agar kerja keras petani berdampak pada kesejahteraan mereka. Kami berharap Bulog dan pasar domestik dapat menyerap secara penuh hasil petani. Kita harus bangga negara kita bisa menyiapkan sendiri stok pangan untuk negeri," kata Kuntoro.

Membeli Gabah

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) bidang Pengembangan Penyuluhan dan SDM Pertanian, Mulyono Machmur, mengatakan impor beras merupakan keputusan yang kurang tepat dan akan menimbulkan kerugian besar terhadap para petani yang tengah berjuang meningkatkan produksi.

"Pemerintah harus mengutamakan membeli gabah atau beras dari petani dengan harga yang wajar, ketimbang impor, misalnya, 10 persen di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP)," katanya.

Pemerintah, khususnya Menko Perekonomian, seharusnya membaca data BPS terkait prediksi dan perkiraan panen raya di tahun 2021. Apalagi tahun ini produksi beras diperkirakan meningkat tinggi yakni sebesar 4,86 juta hektare atau naik sebesar 26,56 persen dibandingkan tahun sebelumnya. n ers/E-9

Baca Juga: