» Bulog seharusnya diperkuat agar menyerap dan menampung hasil produksi di daerah.

» Petani butuh perhatian agar hasil panennya terbeli karena ongkos produksinya tidak murah.

JAKARTA - Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) meminta pemerintah agar meninjau dan mengkaji ulang rencana impor beras yang akan dilakukan pada saat produksi beras dalam negeri diprediksi meningkat. Peninjauan itu karena impor saat musim panen akan berdampak pada penurunan harga produksi panen petani.

Sekretaris Jenderal KTNA, Yadi Sofyan Noor, dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Senin (8/3), mengatakan selain menurunkan harga, impor juga membuat mental petani runtuh karena jerih payahnya kurang dihargai.

Dalam kesempatan terpisah, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo meminta pemerintah pusat untuk memperhitungkan dengan matang rencana melakukan impor beras sebanyak satu juta ton karena para petani mulai memasuki musim panen.

"Sebaiknya diperhitungkan dengan matang karena petani kita mulai panen, petani butuh perhatian agar hasil panennya betul-betul bisa terbeli karena ongkos produksinya tidak murah," kata Ganjar, di Semarang, Senin (8/3), seperti dikutip dari Antara.

Ganjar juga mempertanyakan urgensi impor beras dan meminta pemerintah memperhitungkan agar tidak mengguncang situasi pada saat memasuki musim panen kali ini.

"Kalau alasan darurat bencana, boleh-boleh saja ataupun impor beras khusus dan karena kebutuhan daerah tertentu, silakan, tapi harus dijelaskan secara detil agar tidak mengguncang situasi pada saat kita mau panen. Ini kan sudah masuk musim panen," tegas Ganjar.

Politisi dari PDI Perjuangan itu menyebutkan, pada musim panen, produksi beras di Indonesia dipastikan surplus dan berdasarkan perhitungan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun), Jateng akan ada surplus satu juta ton. "Iya kira-kira begitu. Kemarin dinas kita sudah menghitung, kalau dari sisi kebutuhan, kita bisa surplus satu jutaan," kata Ganjar.

Memasuki Masa Panen

Menurut Yadi Sofyan, para petani telah berusaha memanfaatkan waktu, tenaga, dan modal usahanya untuk meningkatkan hasil produksi pertanian dalam rangka mengantisipasi kelangkaan pangan.

Di beberapa wilayah, kata Yadi, sudah memasuki masa panen, yaitu di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, serta Kalimatan Selatan. Awal Maret hingga Mei merupakan masa panen raya.

"Untuk itu diharapkan pemerintah melalui Perum Bulog dapat menyerap dan menampung hasil produksi padi di daerah-daerah," kata Yadi.

Dalam masa panen tahun ini, dia memperkirakan ada potensi peningkatan produksi beras. Badan Pusat Statistik menyebutkan potensi peningkatan produksi padi pada 2021 yaitu potensi produksi padi subround Januari hingga April 2021 sebesar 25,37 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), mengalami kenaikan sebanyak 5,37 juta ton atau 26,88 persen dibandingkan subround yang sama tahun 2020 sebesar 19,99 juta ton GKG.

KTNA, papar Yadi, sangat mengapresiasi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada saat rapat kerja Kementerian Pertanian pada 11 Januari 2021 yang mengingatkan agar berhati-hati dengan impor.

Demikian juga saat rapat kerja Kementerian Koordinator Perekonomian dengan Kementerian Perdagangan pada pekan lalu, Kepala Negara kembali mengingatkan untuk tidak menambah impor, tetapi meningkatkan hasil produksi dalam negeri.

"Pemerintah lebih baik mengantisipasi permasalahan yang akan muncul terutama pada saat panen raya, agar hasil panen lebih optimal untuk mencukupi pangan nasional," kata Yadi.

Butuh Perhatian

Sebelumnya, Pakar Kemiskinan dari Unair Surabaya, Bagong Suyanto, mengatakan saat ini merupakan momentum yang tepat melupakan komoditas pangan impor dan kembali membangun pertanian di perdesaan sekaligus membantu petani keluar dari garis kemiskinan.

Menurut Bagong, kebergantungan pada impor merupakan salah satu penyebab masyarakat perdesaan yang menjadi basis pertanian, sulit beranjak dari kemiskinan. Untuk itu, industri subtitusi impor harus dikembangkan untuk mendukung pertumbuhan yang lebih merata dan berkualitas. n SB/E-9

Baca Juga: