Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan selama bencana non-alam penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19), pada Senin (31/8/).
Relaksasi yang diberikan berupa pemotongan iuran serta penundaan pembayaran iuran. Hal ini tentu menggembirakan mengingat pada masa pandemi Covid-19 ini sektor ketenagakerjaan jadi sektor yang terdampak.
Namun, adanya relaksasi ini dikhawatirkan mengurangi manfaat atau mengganggu ketahanan dan terutama dari segi pemasukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Untuk mengupas hal itu Koran Jakarta mewawancarai Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto. Berikut petikan wawancaranya.
Bisa dijelaskan turunan kebijakan dari PP Nomor 49 Tahun 2020?
PP Nomor 49 Tahun 2020 mengatur penyesuaian mengenai periode relaksasi enam bulan mulai dari periode iuran bulan Agustus 2020 sampai dengan Januari 2021. Adapun bentuk relaksasinya yaitu pelonggaran batas waktu pembayaran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Hari Tua (JHT).
Selain itu ada juga ada relaksasi besaran iuran JKK, JKM, dan JP sebesar 99 persen atau cukup bayar satu persen. Adapun pembayarannya bisa dilakukan bertahap atau sekaligus paling lambat mulai Mei 2020 sampai dengan April 2022. Lalu, ada juga keringanan denda menjadi 0,5 persen.
Perlu saya sampaikan pula bahwa PP ini bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi peserta, kelangsungan usaha dan kesinambungan penyelenggaraan program jaminan sosial ketenagakerjaan selama wabah korona (Covid-19).
Adanya relaksasi ini berpengaruh terhadap manfaat yang diterima?
Kebijakan ini tanpa menurunkan manfaat yang baru saja ditingkatkan melalui PP No 82 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Program JKK dan JKM sebagai bentuk keseimbangan antara kepentingan pengusaha dan pekerja. Tujuan kebijakan ini, antara lain mengedepankan perlindungan hak-hak jaminan sosial ketenagakerjaan bagi peserta, meringankan beban pemberi kerja dan peserta serta menjaga kesinambungan program perlindungan, mendukung upaya pemulihan perekonomian dan kelangsungan usaha.
Apakah kondisi ketahanan dana di BPJS Ketenagakerjaan terdampak dengan adanya relaksasi ini?
Tak dapat dipungkiri bahwa kebijakan ini akan berdampak pada kondisi finansial BPJS Ketenagakerjaan. Namun, BPJS Ketenagakerjaan telah melakukan langkah-langkah efisiensi agar dapat membantu peserta dalam menghadapi dampak ekonomi pandemi Covid, melalui program relaksasi iuran dari pemerintah.
Skema kebijakan ini telah melalui proses pembahasan yang komprehensif, termasuk pengaruhnya terhadap ketahanan dana dan keberlangsungan program jaminan sosial. Ketahanan dana dan program jaminan sosial masih dapat terkelola dengan baik, karena dana jaminan sosial masih memiliki dana cadangan yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban pembayaran manfaat kepada peserta selama periode kebijakan relaksasi iuran ini diberikan.
Terkait dengan dampak pada kondisi finansial BPJS Ketenagakerjaan, kita bisa juga menyatakan secara internal telah melakukan langkah-langkah efisiensi agar dapat membantu peserta dalam menghadapi dampak ekonomi pandemi Covid, melalui program relaksasi iuran dari pemerintah. Kita harapkan relaksasi iuran dapat mendorong peningkatan kepesertaan dan tertib iuran, karena iuran BPJS Ketenagakerjaan menjadi sangat murah dan manfaatnya sangat lengkap.
Berarti relaksasi ini bisa jadi cara memperbanyak peserta BPJS Ketenagakerjaan?
Betul. Justru momen ini dapat dimanfaatkan untuk mendaftar menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan karena iuran yang sangat terjangkau, khususnya bagi pekerja BPU (Bukan Penerima Upah). Dengan hanya 34 ribuan rupiah sudah dapat perlindungan sampai enam bulan ke depan. m aden ma'ruf/P-4