Masyarakat berharap kedepan ada kepastian hukum atas penyelenggaraan reklame di Ibu Kota.

JAKARTA- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta diminta untuk terus menertibkan reklame "bodong". Hanya saja, reklame "bodong" itu sebaiknya tidak ditebang, tapi disita untuk negara dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

"Disita saja asetnya kalau dia nggak mau membayar, lalu dialihkan ke perusahaan lain. Karena untuk mendirikan itu perlu dana besar, ratusan juga. Kalau main tebang saja sayang. Penebangan itu juga kan perlu biaya. Makanya, harus ditertibkan secara bertahap," ujar anggota komisi C DPRD DKI Jakarta, Ashraf Ali, Selasa (11/12).

Ketua fraksi Golkar ini menganggap ke-290 titik reklame yang dianggap liar ini masih berpotensi menghasilkan pundi-pundi pendapatan daerah. Meski demikian, ungkapnya, Pemprov DKI Jakarta diminta terus memburu tunggakan pajak atau kewajiban pengusaha reklame itu atas pemanfaatan reklame yang belum terbayarkan.

"Sebaiknya dibuat reschedule percepatan pembuatan perizinannya agar titik-titik itu berfungsi. Sehingga ini berpotensi mendatangkan PAD buat DKI, kecuali reklame yang ada pada zona terlarang. Kalau menurut RDTR, di mana zona itu tidak boleh untuk mendirikan reklame, ya tebang saja," ungkapnya.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengatakan pihaknya akan terus menertibkan reklame liar. Hal ini dilakukan dalam rangka mendisiplinkan pengusaha reklame di Jakarta. Dengan demikian, ungkapnya, ada iklim bisnis reklame yang sehat ke depannya.

"Kenapa penertiban penting, supaya membangun iklim kompetisi bisnis yang sehat. Karena kalau pelanggaran reklame dibiarkan, maka usaha reklame yang taat aturan jadi dirugikan. Jenapa, karena yang melanggar tentu mendapat manfaat yang lebih besar," ungkap Anies.

Menurutnya, penertiban reklame tidak hanya semata-mata untuk mendisiplinkan wajib pajak. Dia berharap, ke depannya ada kepastian hukum atas penyelenggaraan reklame di Ibukota secara adil.

Pencegahan Korupsi

Ketua Komite Pencegahan Korupsi Ibu Kota Jakarta (KPK Ibu Kota), Bambang Widjojanto mengatakan, penertiban reklame dilakukan sebagai upaya pencegahan korupsi. Pemprov DKI Jakarta, ungkapnya, telah mencoba menyelesaikan masalah dengan cara yang persuasif. Tapi pada titik tertentu dilakukan penegakan aturan yang merupakan adalah bagian dari akuntabilitas.

"Pencegahan korupsi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta bukan hanya dilakukan dari segi penyerapan anggaran (pengeluaran), namun juga sektor penerimaan (pendapatan) yang bersih, transparan, dan akuntabel," katanya.

Melalui operasi penertiban reklame, jelasnya, perusahaan yang selama ini tidak menaati peraturan dan melakukan pembayaran pajak akan ditindak melalui sanksi tegas pelarangan memasang reklame selama satu tahun.

"Tanggal 6 Desember adalah hari terakhir buat para pelanggar. Kalau tidak melakukan tindakan juga setelah diberikan Surat Peringatan ketiga, akan ada pencabutan hak dan tindakan tegas. Tadi malam, tepatnya jam 12 malam, sudah dipastikan siapa saja yang sudah melakukan kewajibannya dan yang tidak," tegasnya.

Operasi penertiban reklame ini akan dilakukan Pemprov DKI Jakarta secara berkala dan terintegrasi antar masing-masing dinas terkait, antara lain Dinas PMPTSP Provinsi DKI Jakarta untuk pencabutan izin, Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta untuk pemberian peringatan melalui stiker (backdrop).

Kemudian BPAD Provinsi DKI Jakarta untuk penghapusan aset, Satpol PP Provinsi DKI Jakarta untuk penindakan pembongkaran, dan BPRD Provinsi DKI Jakarta untuk pelunasan pajak.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengidentifikasi 295 titik reklame yang ditandai sebagai kendali secara ketat. Namun, hanya lima titik reklame yang tidak melakukan pelanggaran secara hukum. Keseluruhan titik reklame tersebut difokuskan pada jalan protokol Ibu Kota, seperti Jalan Gatot Subroto, Sudirman-Thamrin, S. Parman maupun Rasuna Said. pin/P-5

Baca Juga: