Terkait usulan kepada pemerintah itu, REI Jakarta mendapat dukungan REI Jawa Barat dan REI Banten yang selama ini menjadi wilayah pengembangan rumah subsidi.

JAKARTA - Pemerintah diharapkan dapat menambah kuota subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Rumah (FLPP) gunamemastikan program perumahan berjalan mulus. Harapan ini disampaikan Persatuan Perusahaan Real EstateIndonesia (REI) Jakarta.

"Kuota FLPP tahun ini 166.000 unit. Artinya akan habis pada bulan Agustus," kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) REI Jakarta, Arvin F Iskandar, di Jakarta, Jumat (14/6). Arvin menjelaskan pada tahun lalu realisasi penyaluran FLPP 228.918 unit. Sedangkan untuk 2024 selama Januari- Mei sudah terealisasi 78.705 unit rumah.

Kemudian periode yang sama tahun lalu tersalur untuk 82.340 unit. Maka, menurut Arvin, idealnya kuota tahun sekarang sebanyak 218.808 unit. Arvin menuturkan, menipisnya kuota FLPP tahun ini tidak hanya menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat berpendapatan rendah yang ingin membeli rumah, tetapi juga bagi pengembang perumahan yang selama ini bergerak di bidang rumah subsidi.

Terkait usulan kepada pemerintah itu, REI Jakarta mendapat dukungan REI Jawa Barat dan REI Banten yang selama ini menjadi wilayah pengembangan rumah subsidi. Arvin dapat memahami keterbatasan anggaran yang memang diprioritaskan untuk kebutuhan yang lebih mendesak. Namun, tentu perlu terobosan pemerintah agar program rumah bersubsidi tetap bisa bergulir pada tahun ini.

Pemerintah bisa berkolaborasi dengan perbankan untuk memastikan program rumah subsidi dapat terus berjalan. Sebab dari sisi permintaan dari masyarakat masih tinggi. REI Jakarta juga mengapresiasi terobosan kebijakan pemerintah yang memberlakukan sertifikat elektronik tanah. Inimelalui Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penerbitan Dokumen Elektronik dalam Pendaftaran Tanah.

Kehadiran sertifikat elektronik menggantikan sertifikat analog merupakan terobosan sangat bagus. Meski demikian, diharapkan pengawasan dan penegakan hukum juga tetap menjadi perhatian mengingat masih tingginya kasus kepemilikan tanah ganda. Sertifikat elektronik, menurut Arvin, erat kaitannya dengan proses penyaluran kredit perbankan. Misalnya, sebagai komponen dalam analisis kredit, khususnya agunan (collateral).

"Jika sertifikat elektronik menjadi jaminan kredit di bank, maka hak tanggungan pun akan menjadi elektronik atau E-HT. Bagaimana proses integrasi antara sistem Badan Pertanahan Nasional dan perbankan pemberi kredit maupun notaris/PPAT, tentunya perlu sosialisasi," tutur Arvin.

Demikian pula jika proses kredit pinjaman sudah diselesaikan oleh debitur. Maka tentu akan dilanjutkan dengan proses penghapusan secara elektronik oleh BPN sesuai informasi dari bank terkait. Beberapa kasus terjadi kesalahan sehingga perlu menunggu waktu untuk penyelesaian. "Tentunya hal-hal seperti ini harus diperbaiki untuk ke depan," katanya.

Baca Juga: